Nasib 7 Megaproyek DPR di Tangan Banggar dan Menkeu

Pembangunan gedung DPR yang baru merupakan suatu kebutuhan karena adanya tambahan staf-staf anggota dewan dan gedung sudah termakan usia.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 25 Agu 2015, 19:13 WIB
Diterbitkan 25 Agu 2015, 19:13 WIB
Kompleks Gedung DPR
Kompleks Gedung DPR (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Liputan6.com, Jakarta - Pembangunan 7 megaproyek DPR di Kompleks Parlemen yang anggarannya mencapai Rp 1,6 triliun masih akan dibahas bersama pemerintah. DPR akan diwakili oleh Badan Anggaran (Banggar) sedangkan pemerintah diwakili oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Wakil Ketua ‎DPR, Taufik Kurniawan mengatakan, pihaknya menyerahkan kelanjutan nasib pembangunan 7 megaproyek tersebut kepada Banggar dan Kemenkeu yang akan membahas program tersebut.

"Semalam ada rapat konsultasi antara Menteri Keuangan dengan Pimpinan DPR, intinya mengharapkan apa-apa yang nanti dibahas harus melaui mekanisme proses perundang-undangan," kata Taufik di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (25/8/2015).

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini berujar, pihaknya tetap memperhatikan aspek kebutuhan dan kondisi perekonomian dan keuangan negara dalam 7 megaproyek tersebut. Taufik mengaku sepakat dengan pemerintah yang ingin melakukan kajian mendalam terkait proyek tersebut.

Taufik menyatakan, pembangunan gedung DPR yang baru merupakan suatu kebutuhan karena adanya tambahan staf-staf anggota dewan dan gedung sudah termakan usia. Namun demikian, pihaknya tetap memilih untuk mencari solusi mempertemukan kedua masalah yang dimiliki pemerintah maupun anggota dewan dalam proses pembangunan gedung baru tersebut.

"Ada keterbatasan kemampuan keuangan dari pemerintah. Kita cari titik resultannya untuk dibahas dan mencapai kesepekatan bersama." ujar Taufik.

Belum Diakomodir

Belum Diakomodir

Ketua Badan Anggaran DPR Ahmad Noor Supit mengatakan, dalam ‎rapat dengan Menkeu ternyata pemerintah belum mengakomodir program 7 mega proyek tersebut.

"Semalam ditanyakan apakah 7 mega proyek DPR sudah diakomodir dalam nota keuangan RAPBN 2016, ternyata belum terakomodir. Karena belum terkmdir kemudian itu mekanismenya memang harus diusulkan untukk direncakan," ‎kata Supit.

"Jadi pengusulannya sudah, dari sekian prirortas yang diusulkan oleh Sekjen DPR itu belum termasuk karena persoalan kajian teknisnya belum sempurna, kajian teknis yang dilakukan Kementrian PU, scara teknis itu belum selesai," sambung dia.

Supit menjelaskan, jika pemerintah setuju dengan 7 Megaporyek DPR maka pembangunannya akan dilakukan secara bertahap dan tidak dilakukan semuanya di 2016.

"Nanti baru setelah selesai nota keuangan, itu kemudian selesai persyaratan teknis itu, dari sana memang pembanguna itu direncanakan multiyears jadi tdk dlakukan semuanya di 2016, tetapi multiyears sesuai dengan kondisi keuangan negara," ujar dia.

Selain itu, Supit mengatakan, dari laporan yang ia terima semua lembaga negara memang tengah melakukan perbaikan dan pembangunan gedung baru, salah satu contohnya Mahkamah Agung (MA). Hal tersebut ditujukan, agar kinerja lembaga negara bisa optimal karena sarana dan prasarananya menunjang.

‎"Sebetulnya pembangunan dan perbaikan soal sarana dan prasarana pejabat tinggi negara dilakukan semua lembaga tinggi negara. MA sudah buat gedung, BPK, jadi semua rupanya memang drencakan untuk diperbaiki, kemudian DPR. Artinya ini adalah secara kseluruhan memang ingin membuat suasa kerja optimal di lembaga-negara tinggi ngara. Kalau di eksekutif hampr semua kementerian sudah mewah-mewah, di Kementerian Perdagangan sudah seperti hotel mewah," papar dia.

Supit kembali menjelaskan, 7 megaproyek DPR tersebut akan dilakukan secara multiyears. Untuk tahun ini, pihaknya menyodorkan anggaran sebesar Rp 600- Rp 700 miliar. "Kalau tidak salah yang diajukan tahun ini ‎sekitar 600-700 miliar untuk gedung dan alun-alun demokrasi," kata Supit.

Dana sebesar Rp 700 miliar tersebut, Supit menegaskan, akan diupayakan dicantumkan dalam RAPBN tahun 2016. Tetapi hal tersebut, harus terlebih dahulu melihat beberapa pertimbangan, seperti penerimaan pajak yang tahun ini lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya.

"Tadi malam Menkeu ingin melihat apakah ada optimalisasi atau tidak, karena memang kita melihat sementara ini ruang fiskalnya agak sedikit karena penerimaan pajak kita lebih rendah kenaikannya dari tahun-tahun sebelumnya, biasanya 30-40 persen kenaikan dari tahun-tahun sebelumnya, ini hanya dirancang sekitar 5 persen," ungkap Supit.

Namun, Politikus Golkar ini menyebutkan, anggaran tersebut dapat saja berubah pada lain waktu. Pasalnya, ditengah perekonomian yang sedang merosot saat ini. "Kami akan singgung itu pemerintah mampu nggak mngndalikan dollar 2015, kalau seandainya tidak mampu kendalikan sampai 2015, tentu kita koreksi semuanya," tandas Supit.

Bersabar

Bersabar

‎‎Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul menyatakan, pihaknya akan menolak bila DPR tetap memaksakan membangun 7 megaproyek dalam waktu dekat ini. Sebab, dia menilai, kondisi ekonomi bangsa yang saat ini sedang melemah.

"Kalau lihat suasana prihatin sekarang kita bersabar lah. Masih bagus semua. Kepentingan rakyat kita utamakan. Apalagi ini satu satunya lembaga yang bawa nama rakyat," kata Ruhut.

Anggota Komisi III DPR ini pun mengecam menuver Pimpinan DPR yang meminta Presiden Joko Widodo untuk menandatangani prasasti tanda dimulainya pembangunan proyek bernilai lebih dari 1 triliun tersebut.

"Kalau saya liat kawan-kawan di DPR, Fadli Zon meralat cuma 1 gedung. Kalau 1 gedung itu setuju saya karena kita 5 tenaga ahli dan 2 staf. Sekarang sudah bicara 1, Kemarin mau bicara bikin ini bikin itu. Tapi saya tetap bilang ini jebakan batman, belum selesai itu gedung sudah tanda tangan prasasti," tandas Ruhut. (Taufiqurrohman/Gdn)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya