Pengusaha Tahu Tempe Terancam Bangkrut Gara-gara Rupiah

Pengusaha tahu tempe mengeluh karena bahan baku mereka tergantung kedelai impor.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 26 Agu 2015, 12:20 WIB
Diterbitkan 26 Agu 2015, 12:20 WIB
Aktivitas di sentra pembuatan tahu di Ubung, Denpasar, Bali, Jumat (11/2). Pengusaha tahu dan tempe memperkecil ukuran menyusul meningkatnya harga kedelai.(Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Pelemahan rupiah terhadap dolar AS yang saat ini masih bergerak di 14.000 ternyata mulai menimbulkan keresahan bagi para pengusaha. Tak hanya pengusaha-pengusaha besar, para pengusaha kecil pun mulai terancam, seperti halnya pengusaha tahu tempe.

Ketua Himpunan Pengusaha Peribumi Indonesia (HIPPI) Sarman Simanjorang mengungkapkan, pengusaha tahu tempe mulai gelisah dikarenakan bahan baku mereka yang berupa kedelai mayoritas masih impor.

"Pengusaha tahu tempe mengeluh karena bahan baku mereka tergantung kedelai, ini merupakan pukulan," kata Sarman di Hotel Amoz Cozy, Jakarta, Rabu (26/8/2015).

Pukulan tersebut dikarenakan, saat rupiah terus melemah terhadap dolar AS mengakibatkan harga kedelai semakin melonjak. Harga kedelai yang tinggi inilah yang secara langsung mempengaruhi tingkat produksi para pengusaha tahu dan tempe.

Mahalnya harga kedelai tersebut diperparah dengan menurunnya daya beli masyarakat yang menurun akibat perlambatan ekonomi Indonesia yang pada kuartal II 2015 hanya 4,6 persen.

Untuk mendukung penguatan para pelaku usaha kecil dan menengah, Sarman mengusulkan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk lebih mempermudah persyaratan pengajuan modal kredit bagi para pengusaha tersebut.

"Karena bagaimanapun UKM itu adalah kekuatan ekonomi bangsa, tahun 2008 pengusaha besar pada tumbang, tapi UKM tidak, saya rasa penguatan UKM di Jakarta menjadi hal yang sangat penting," papar Sarman.

Seperti diketahui, ‎ saat ini kebutuhan konsumsi kedelai 2,5 juta ton, sedangkan produksi kedelai pada tahun 2014 baru mencapai 856 ribu sampai 1,2 juta ton saja. Untuk target produksi kedelai tahun ini baru mencapai 1,34 juta ton. Sedangkan untuk bahan baku tahu tempe minimal harus mengimpor 62 sampai 70 persen.

Melihat kondisi tersebut, Kementerian Perdagangan memperkirakan selama tiga tahun ke depan Indonesia masih harus impor kedelai, agar bisa mengkonsumsi tahu dan tempe.‎ (Yas/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya