Liputan6.com, Jakarta - Di tengah ketidakseimbangan antara suplai dan permintaan dolar Amerika Serikat (AS) di dalam negeri, PT Bank Mandiri Tbk justru menyebut posisi kredit terhadap total dana pihak ketiga (Loan to Deposit Ratio/LDR) dalam bentuk valuta asing (valas) mencapai 62 persen. Sementara total aset bank pelat merah ini dalam denominasi dolar AS sekira US$ 3,2 miliar.
Direktur Finance and Strategy Bank Mandiri, Kartika Wirjoatmodjo mengungkapkan, posisi LDR perseroan sekira lebih dari 83 persen hingga saat ini. Sementara LDR dalam bentuk valas 62 persen dan rupiah 88 persen. Itu artinya, sambung dia, Bank Mandiri mempunyai stok dolar AS cukup banyak.
Baca Juga
Liburan Akhir Tahun Bersama Indonesia International Stuntman Show di TMII, Beli Tiket via Livin' by Mandiri
Bank Mandiri Jadi Penyalur FLPP dengan Tingkat Keterhunian Terbaik, Komitmen Perluas Akses KPR bagi MBR
Tingkatkan Literasi Keuangan, Bank Mandiri Kenalkan Produk Perbankan ke 93.000 Pelajar di Indonesia
"Kita punya likuiditas dolar AS kas US$ 1,2 miliar, dan yang diinvestasikan dalam surat utang (bond) termasuk milik pemerintah sebesar US$ 2 miliar. Jadi kita punya aset dolar AS sampai US$ 3,2 miliar," ucap dia di Malang, Jumat (11/9/2015).
Advertisement
Melimpahnya stok dolar AS di Bank Mandiri, kata Tiko begitu dia akrab disapa, karena perseroan kesulitan menyalurkan kredit valas kepada para pengusaha akibat permintaan yang merosot di kredit dolar AS. Ia menuturkan, pertumbuhan kredit valas atau dolar AS Bank Mandiri hanya single digit bahkan nol persen. Mantan Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ini pun meramalkan pertumbuhan kredit valas ke depan relatif kecil.
"Itu karena pengusaha sudah mulai hati-hati tidak mau kredit dolar AS. Juga karena larangan transaksi menggunakan dolar AS di dalam negeri. Jadi banyak orang konversi kreditnya ke rupiah. Bagus juga orang Indonesia sudah mulai sadar risiko manajemennya susah, apalagi jika kredit dolar tapi pendapatan rupiah," tegas Tiko.
Tiko bilang, banyak orang Indonesia masih menggenggam dolar AS hanya sebagai spekulasi mengingat masih ada potensi rupiah semakin nyungsep dan dolar kian perkasa.
"Tapi mereka tidak mau jual dolarnya. Sebenarnya kita bisa untung dari dolar AS, tapi masa pemerintah mencari untung saja dari apresiasi dolar AS," ujar dia. (Fik/Ahm)