Liputan6.com, Jakarta - Pelemahan perekonomian di Tanah Air membuat penjualan di sektor ritel mengalami penurunan hingga 30 persen. Untuk mengatasi pelemahan tersebut, pemerintah memerlukan strategi non konvensional.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Rizal Ramli menuturkan, di tengah perlambatan ekonomi serta pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), harusnya Indonesia memanfaatkan hal tersebut untuk mendorong ekspor.
Caranya, dengan memberikan intensif kepada kredit ekspor dan mendorong industri nasional ke pasar ekspor.
"Saya pernah sarankan pada sidang kabinet. Sekarang penjualan ritel turun 30 pesen, ini masalah tapi juga opportunity karena 30 persen pabrik kita kelebihan produksi, rupiah lemah, itu 2 faktor yang bisa digenjot ekspor Indonesia. Asal dibantu dengan adanya kredit ekspor," kata dia di Jakarta, Sabtu (3/10/2015).
Langkah tersebut lebih baik ketimbang meredam rupiah dengan melakukan intervensi. "Daripada BI setiap hari intervensi US$ 250 juta itupun jebol," katanya.
Dia mengatakan, dengan kredit ekspor maka pelaku usaha bisa mengirim barang dengan jumlah besar. Imbasnya, perekonomian pun bisa berangsur pulih.
"Padahal kalau uang itu dibikin untuk kredit ekspor, banyak pengusaha bisa kirim barang ke pelabuhan tapi nggak tahan pembayaran 4-6 bulan, kalau di kasih kredit ekspor, mereka bisa napas, dan banknya untung," tandasnya.
Untuk diketahui, selama ini Bank Indonesia (BI) menggunakan cadangan devisa untuk menahan kejatuhan nilai tukar rupiah. Dalam beberapa bulan terakhir, nilai cadangan devisa Indonesia turun tajam karena digunakan oleh bank sentral menahan agar tupiah tak jatuh lebih dalam.
Dalam catatan BI, hingga 21 September 2015 kemarin, posisi cadangan devisa di angka US$ 103 miliar. Nilai tersebut mengalami penurunan lebih dari US$ 2 miliar dibanding dengan akhir Agustus lalu yang tercatat di angka US$ 105,3 miliar. (Amd/Gdn)