Liputan6.com, Jakarta - Pencabutan subsidi listrik kepada sebanyak 23 juta pelanggan golongan 450 VA-900 VA akan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi bagi Indonesia. Kebijakan ini paling parah akan menjatuhkan 5 juta masyarakat ke dalam jurang kemiskinan.
Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Riyanto mengungkapkan, dari 48 juta pelanggan atau rumah tangga golongan 450 VA-900 VA, sebanyak 24,7 juta yang masih akan memperoleh subsidi dari pemerintah. Golongan itu dikategorikan masyarakat rentan miskin dan miskin.
Baca Juga
"Itu kelompok pengeluannya rata-rata per bulan sampai Rp 700 ribu per kapita. Tapi ada juga yang membelanjakan pendapatannya Rp 800 ribu per kapita setiap bulan. Jadi pengeluaran akan naik, karena sudah tidak dapat subsidi," tegasnya saat acara Diskusi Energi Kita di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu (1/11/2015).
Advertisement
Lebih jauh ia menjelaskan, dari 23 juta pelanggan yang kena getah pencabutan subsidi listrik, sebanyak 3 juta sampai 5 juta pelanggan golongan 450 VA-900 VA akan jatuh ke kelompok rentan miskin. Dengan perhitungan ini, Riyanto menyarankan kepada pemerintah untuk memitigasi dampak maupun kelompok tersebut.
"Jadi 3 juta sampai 5 juta pelanggan akan jatuh pada kelompok rentan miskin. Karena tagihan listrik membengkak dengan kenaikan tarif sampai 250 persen untuk golongan 450 VA dan 150 persen pada golongan 900 VA. Secara rata-rata, tarif tenaga listrik akan naik 58 persen dan secara keseluruhan meningkat 25 persen," terangnya.
Sementara dampak ekonomi makro lain, ia bilang, pencabutan subsidi listrik pada golongan 450 VA-900 VA akan mengerek inflasi tahun depan.
Riyanto mengaku, kebijakan ini menyumbang tambahan inflasi 1,74 persen di 2016. Dengan begitu, prediksi inflasi di akhir tahun depan mencapai 5 persen-6 persen.
"Sedangkan imbas untuk pertumbuhan ekonominya bakal turun 0,59 persen di 2016. Jadi asumsi pertumbuhan ekonomi 5,3 persen di tahun depan akan merosot dan angka kemiskinan bertambah 0,14 persen," pungkas Riyanto. (Fik/Ndw)