Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah membekukan penyertaan modal negara (PMN) dalam RAPBN 2016, sehingga DPR menyetujuinya jadi APBN 2016. Wakil Presiden Jusuf Kalla menjelaskan, PMN bisa saja kembali dimasukkan dalam pembahasan APBN-P 2016. Namun, ada syarat yang harus dipenuhi.
"(Bisa dimasukkan ke APBN-P 2016) kalau penerimaannya cukup nanti," kata JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (3/11/2015).
JK menegaskan, PMN yang sebesar Rp 39 triliun dihapuskan karena keterbatasan anggaran pemerintah. Menurut dia, ada alokasi pengeluaran yang lebih penting dibandingkan dengan menyuntikkan sejumlah dana besar untuk BUMN.
Advertisement
"Anggaran kita terbatas sehingga ada pengeluaran yang lebih penting daripada itu yang harus didahulukan. Bukan tidak baik. Penerimaan kita banyak pasti bisa saja, tapi kita lihat prioritasnya dulu," ujar JK.
Setelah melalui proses panjang, DPR bersama pemerintah akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2016 menjadi Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (UU APBN) 2016, Jumat 30 Oktober.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan dengan disahkannya APBN, pemerintah kini memiliki APBN yang sesuai dengan kebutuhan dan program yang akan dijalankan.
Berikut poin-poin asumsi makro yang tertuang dalam APBN 2016:
1. Pertumbuhan ekonomi 5,3 persen
2. Inflasi 4,7 persen
3. Tingkat bunga SPN rata-rata 5,5 persen
4. ICP US$ 50 per barel
5. Nilai tukar Rp 13.900 per dolar AS
6. Lifting minyak 830 ribu barel per hari
7. Lifting gas bumi 1.155 ribu barel setara minyak per hari
8. Pengangguran 5,2-5,5 persen
9. Angka Kemiskinan 9,0-10,0 persen
10. Gini rasio 0,39
11. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 70,1
12. Pendapatan negara dan hibah Rp 1.822,54 triliun
13. Penerimaan dalam negeri Rp 1.820,51 triliun
14. Penerimaan perpajakan Rp 1.546,66 triliun
15. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 273,85 triliun
16. Belanja negara Rp 2.095,72 triliun
17. Belanja pemerintah pusat Rp 1.325,55 triliun
18. Transfer ke daerah dan dana desa Rp 770,17 triliun
19. Defisit anggaran 2,15 persen dari Product Domestik Bruto (PDB) atau Rp 273,18 triliun. (Alvin/Zul)**