Liputan6.com, Batam - Sejak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Upah terbit dalam paket kebijakan ekonomi IV, buruh terus berdemo. Mereka menolak dan mengancam akan mogok nasional pada 18-20 November 2015. Aksi sekitar 5 juta orang buruh akan dilakukan serempak di 25 provinsi dan 200 kabupaten/kota.
Menanggapi hal ini, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani menganggap demo buruh di Batam maupun daerah lain di Indonesia merupakan tindakan yang wajar terhadap keluarnya PP yang mengatur formula upah baru berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Ia mengakui pemerintah tidak gentar melaksanakan PP Nomor 78 Tahun 2015.
Baca Juga
"Demo setiap tahun adalah hal yang biasa. Tapi kali ini pemerintah akan lebih tegas. Sekali ditetapkan PP 78/2015, tentu harapannya memberikan kepastian bagi pekerja dan pengusaha," ujarnya saat ditemui di Kawasan Industri Batamindo, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (4/11/2015).
Advertisement
Ia mengungkapkan penetapan formula kenaikan upah baru ini bukan tanpa alasan. Pemerintah ingin mampu merealisasikan penyerapan tenaga kerja hingga lebih dari 400 ribu orang setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun faktanya, kata Franky, saat ini 1 persen pertumbuhan hanya menyerap 160 ribu tenaga kerja.
"Pada 2004, setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi bisa menyerap 460 ribu tenaga kerja. Tapi menurun di 2014 karena cuma menyerap 160 ribu tenaga kerja. Sedangkan kita menargetkan sampai 2 juta tenaga kerja setiap tahun. Jadi itu artinya kita ingin kembali merekrut 400 ribu tenaga kerja setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi," ujar Franky.
Untuk itu, ia menyarankan agar buruh atau pekerja tidak melulu memikirkan kepentingannya dengan sedikit-sedikit melakukan ancaman demo. Sebab, menurut dia, ada 7 juta sampai 8 juta warga Indonesia yang menganggur dan membutuhkan pekerjaan.
"Jadi parameter pemerintah adalah angka pengangguran 7-8 juta orang saat ini. Sehingga kebijakan yang dibuat (upah) tidak hanya membicarakan bagi mereka yang sudah bekerja, tapi untuk yang tidak bekerja agar masuk ke serapan tenaga kerja sesuai target pemerintah," ujar Franky.
Presiden KSPI Said Iqbal sebelumnya menjelaskan salah satu alasan mogok nasional tersebut adalah pihaknya memprotes ketentuan pemerintah yang menetapkan formula kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang hanya berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Setidaknya ada empat poin yang menjadi tuntutan buruh dan sebagai alasan untuk melakukan aksi mogok nasional tersebut. Ini daftarnya:
1. Dicabutnya PP Nomor 78/2015 tentang Upah,
2. Menolak formula kenaikan upah minimum, yakni inflasi ditambah produk domestik bruto (PDB),
3. Menuntut kenaikan upah minimum 2016 berkisar Rp 500 ribuan (kenaikan 25 persen),
4. Berlakukan upah minimum sektoral di seluruh kabupaten/kota dan provinsi dengan besaran kenaikan sebesar 10-25 persen dari UMP/UMK 2016.
"Karena yang dibutuhkan bukan hanya kepastian kenaikan upah, tapi kesejahteraan upah layak dengan negosiasi tripartit di dewan pengupahan (UU Nomor 13/2003)," ujar Said Iqbal. (Fik/Zul)**