Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Lingkungan Hidup era Orde Lama, Emil Salim mendesak penyelesaian kasus perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia dikawal secara terbuka. Pemerintah harus menuntut manfaat atau keuntungan dari perusahaan tambang emas raksasa ini bagi kesejahteraan rakyat Papua dan bangsa Indonesia. Â
Kisruh perpanjangan kontrak yang melibatkan Ketua DPR, Setya Novanto atas pencatutan nama Presiden dan Wapres kini dilimpahkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
"MKD harus mengangkat semua secara terbuka. Kunci memberantas korupsi adalah keterbukaan, jadi biar semua tahu bagaimana kejadian yang sebenarnya. Kalau ada intervensi, pasti terbongkar dalam perdebatan di MKD," jelas Emil Salim saat berbincang di Jakarta, Selasa (24/11/2015).
Advertisement
Baca Juga
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tersebut berharap kepada pemerintah untuk membuat term atau perjanjian yang menguntungkan Negara ini dari perpanjangan kontrak Freeport, diantaranya pembangunan smelter, penciptaan lapangan kerja, pendidikan maupun pelatihan putra putri Papua untuk menjadi tenaga ahli dan manfaat besar lain.
Lantaran Emil mengaku, selama 40 tahun mengeruk kekayaan alam Papua, Freeport Indonesia sama sekali belum pernah membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) sehingga ekspor anak usaha Freeport-McMoran adalah bahan mineral mentah.
Rencananya untuk membangun smelter di Gresik pun, Emil menilai salah langkah mengingat Freeport menambang di tambang bawah tanah Grasberg, Papua bukan di Gresik. Negosiasi perpanjangan kontrak harus menguntungkan Republik ini dan daerah Papua.
"Jadi jangan berpikir PT Freeport Indonesia keluar dulu, karena titik tolak kita bukan mengusir, tapi menarik sebanyak mungkin manfaatnya. Jadi bikin term yang menguntungkan. Kita ingin Papua menjadi agen atau pusat penggerak pembangunan daerah, supaya orang merasa sumber daya alam digantikan dengan sumber daya otak," jelas Mantan Menteri Perhubungan itu. (Fik/Ahm)