Harga Solar Bakal Turun di Januari 2016?

Solar subsidi saat ini masih dijual seharga Rp 6.700 per liter.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 18 Des 2015, 08:20 WIB
Diterbitkan 18 Des 2015, 08:20 WIB
20150930-Pom Bensin-BBM-SPBU-Jakarta
Aktivitas pengisian BBM di SPBU Cikini, Jakarta, Rabu (30/9/2015). Menteri ESDM, Sudirman Said menegaskan, awal Oktober tidak ada penurunan atau kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) baik itu bensin premium maupun solar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberi sinyal penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Solar pada awal tahun depan. Sinyal tersebut merespons anjloknya harga minyak dunia yang sudah menyentuh US$ 35,52 per barel meskipun kurs rupiah terdepresiasi sampai 14 ribu per dolar Amerika Serikat (AS).

Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kemenkeu, Askolani mengungkapkan, pemerintah akan kembali menghitung harga jual BBM Solar subsidi berdasarkan rata-rata harga minyak dunia, harga MOPS (Mean of Plats Singapore) dan nilai tukar rupiah. Solar subsidi saat ini masih dijual seharga Rp 6.700 per liter.


"Kami harus hitung lagi secara bulanan. Sebelumnya kan harga Solar sudah diturunkan. Harga BBM bulan lalu tidak jauh dari harga keekonomian," ucapnya saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (27/12/2015) malam.

Kata Askolani, pemerintah akan mengevaluasi harga BBM pada Januari 2016. Apakah ada kemungkinan untuk turun atau tetap berdasarkan perhitungan yang telah ditetapkan. Namun ia memperkirakan, harga jual Solar subsidi bisa turun.

"Solar kemungkinan bisa turun lagi. Indikasi, insting saya bisa lebih murah. Nanti kita akan buktikan dengan perhitungan tergantung MOPS dan kurs rupiah. Kalau harga MOPS-nya turun, maka akan sangat membantu," jelas Askolani.

Di sisi lain, sambungnya, pemerintah enggan menanggung kerugian PT Pertamina (Persero) sekitar Rp 12 triliun akibat batal menaikkan harga BBM pada pertengahan tahun ini. Kerugian itu dianggap utang pemerintah kepada BUMN Migas tersebut.

"Belum. Kita tidak tahu utang atau rugi apa, itu kan hanya sepihak dari Pertamina. Kita belum pernah mengakui itu sebagai utang. Angka-angka itu kan juga harus diaudit, jadi tidak bisa satu pihak. Dan ini belum pernah dibicarakan," terang Askolani.

Hanya saja, pemerintah memikirkan cara lain agar neraca keuangan Pertamina tetap sehat dan tidak merugi. Salah satunya mengurangi setoran dividen kepada Negara. "Implikasinya di tahun lalu kan begitu, dividen dikurangi pada 2014. Even di 2015 pun kita turunkan dividennya dan dividen di tahun depan juga tidak tinggi," ujar Askolani. (Fik/Gdn)


**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya