Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) didesak segera menunjuk Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan definitif atau tetap. Saat ini, posisi tersebut masih kosong dan hanya diisi seorang Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Pajak, Ken Dwijugiasteadi.
"Presiden diharapkan segera menunjuk Dirjen Pajak definitif agar jajaran Ditjen Pajak dapat segera bekerja memenuhi target 2016," tegas Pengamat Perpajakan, Yustinus Prastowo  dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (10/1/2016).
Baca Juga
Baca Juga
Advertisement
Dirjen Pajak definitif, diakui Yustinus sangat penting lantaran pajak akan menjadi isu krusial karena merupakan sektor yang paling diandalkan pemerintah ke depan. Tahun ini dianggap momentum untuk melakukan konsolidasi dan koordinasi fiskal karena akan meningkatkan partisipasi publik semakin besar di sektor pajak.
"Jadi perlu paradigma baru yang lebih jelas, agar reformasi perpajakan, mencakup kebijakan pajak, peraturan perpajakan dan administrasi perpajakan dapat mendukung pencapaian target pemerintah 2014-2019," jelasnya.
Di antaranya, tambah Yustinus, transformasi kelembagaan (otonomi Otoritas Perpajakan), revisi Undang-undang (UU) Perpajakan khususnya UU KUP dan UU PPh, pelaksanaan pengampunan pajak atau tax amnesty, tahun penegakkan hukum dan pelibatan aktif para pemangku kepentingan.
"Dalam rapat pimpinan 11-12 Januari ini, perlu juga menyentuh evaluasi koordinasi dan konsolidasi internal agar lebih solid, termasuk kepastian kebijakan kepegawaian serta remunerasi pegawai maupun penyusunan roadmap kebijakan dan strategi 2016 yang baik," terangnya.
Perihal polemik kebenaran data penerimaan pajak 2015, Yustinus menyayangkan tindakan pihak yang tak bertanggungjawab atas informasi sesat itu. Dirinya mengimbau agar seluruh masyarakat mempercayai data dan pernyataan Menkeu terkait realisasi penerimaan perpajakan karena sudah didukung Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) yang handal dan akuntabel, yang dikelola Ditjen Perbendaharaan Negara.
"Semua pihak harus bisa menahan diri untuk tidak memperkeruh situasi dan menghentikan penyebarluasan informasi spekulatif yang tidak didukung data akurat dan pemahaman teknis administrasi yang memadai," tutur Yustinus.
Sebelumnya, Yustinus pernah menilai, Ken dianggap layak menempati kursi Dirjen Pajak karena matang dan memiliki kompetensi tinggi, dan telah masuk dalam seleksi lelang jabatan sebelumnya.
"Harus segera ditunjuk Dirjen Pajak definitif biar efisien, cepat kerja di Januari 2016. Karena kemarin Dirjen Pajak terpilih di Februari 2015 dan akhirnya keteteran saat target pajak tinggi," jelasnya.
Yustinus mengaku, pekerjaan rumah terbesar Dirjen Pajak baru adalah konsolidasi. Saat ini Dirjen Pajak dengan Menteri Keuangan (Menkeu) dan pemangku kepentingan lain, seperti DPR miskin konsolidasi sehingga arah fokus pajak ke depan melenceng tanpa sikap kepemimpinan yang kuat.
"Persoalan terbesar adalah konsolidasi, sekarang ini tidak terlihat ada konsolidasi atau agenda besar secara nasional yang ada dampaknya. Kita perlu Dirjen yang membuat gerakan serempak, fokus pada tujuan yang sama. Untuk internal Ditjen Pajak, leadership sangat dibutuhkan. Jika pemimpin disegani, bawahan akan ikut. Kalau tidak, ya tidak dan kita harus belajar bahwa memilih Dirjen Pajak tidak bisa main-main," tegas Yustinus.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) itu mengimbau agar usulan kandidat terbaik calon Dirjen Pajak dipercayakan kepada Menteri Keuangan (Menkeu). Alasannya, sambung Yustinus, Menkeu akan mencari sosok Dirjen Pajak dengan kriteria berkinerja baik, memiliki kepemimpinan yang teruji dan berintegritas.
"Jadi semua pihak harus bisa menahan diri supaya tidak melakukan politisasi dan intrik terkait pemilihan Dirjen Pajak definitif yang hanya akan merugikan kepentingan organisasi," harapnya. (Fik/Zul)