Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen bagi impor ternak, termasuk sapi bakalan dan potong diyakini pemerintah tidak akan signifikan menaikan harga daging sapi di pasaran. Namun penerimaan pajak dari PPN dipastikan meningkat.
Staf Ahli Kebijakan Penerimaan Negara Kementerian Keuangan, Astera Primanto Bhakti mengungkapkan, selain sapi indukan semua ternak yang masuk Barang Kena Pajak (BKP) dikenakan PPN 10 persen, baik untuk impor maupun di dalam negeri.
"Tapi kalau untuk daging sapi, bukan barang kena pajak, sehingga tidak dipungut PPN. Sementara penjualan sapi impor dan atau di dalam negeri kena PPN," tegas Astera di kantornya, Jakarta, Kamis (21/1/2016). Â
Astera optimistis, pungutan PPN 10 persen untuk sapi bakalan dan sapi potong tersebut tidak akan mengerek harga daging sapi di pasar. Mengingat dilihat dari usahanya, pemerintah telah membebaskan PPN bagi para peternak kecil dengan omzet Rp 4,8 miliar.
Baca Juga
"Harusnya impek (PPN) tidak terlalu signifikan ke harga daging ya. Apalagi daging bukan BKP jadi tidak dikenakan pajak," ujarnya.
Sementara dampaknya ke inflasi, dijelaskan Astera, harus melihat pada pola konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia. Menurutnya, konsumsi daging sapi di Indonesia masih rendah dibanding negara lain.
"Kalau ke restoran steak, paling disajikan daging seberat 250 gram atau 500 gram. Orang kita kreatif, daging sejumlah itu bisa untuk sekeluarga. Jadi konsumsi kecil, sehingga dampak ke inflasi tidak terlalu signifikan," terang Astera.
Dengan pengenaan pajak 10 persen, hanya selain sapi indukan, diakuinya akan membantu penerimaan pajak yang berasal dari PPN. Namun pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini murni untuk mendukung sektor peternakan.
"Karena yang tadinya (ternak) semua bebas PPN, jadi cuma satu ternak yakni sapi indukan, maka penerimaan akan meningkat. Tapi semangatnya bukan revenue oriented, melainkan dukungan kebijakan sektor dan melindungi peternak dalam negeri," pungkas Astera.