Kritikan Para Pekerja BUMN untuk Proyek Kereta Cepat

Anggaran untuk proyek kereta cepat dinilai tidak masuk akal.

oleh Septian Deny diperbarui 30 Jan 2016, 13:03 WIB
Diterbitkan 30 Jan 2016, 13:03 WIB
Meneropong Kecanggihan Kereta Super Cepat China. (Foto: Liputan6.com/Ilyas Istianur P)
Meneropong Kecanggihan Kereta Super Cepat China. (Foto: Liputan6.com/Ilyas Istianur P)

Liputan6.com, Jakarta - Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu meminta pemerintah untuk membatalkan proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. Anggaran untuk proyek kereta cepat dinilai tidak masuk akal.

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Poyuono mengatakan, nilai proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung mencapai US$ 5 miliar dengan panjang jalur sekitar 150 kilometer (km). Karena itu, untuk 1 kilometer (km) pembangunan infrastruktur high speed line dibutuhkan US$ 33,3 juta.

"Anggaran tersebut sangat tidak masuk akal karena ketika China Railway Group membangun proyek kereta cepat jalur Haikou-Sanya di China sepanjang 308 km, per km hanya US$ 10 juta. Padahal jalur Haikou-Sanya di China itu secara geologi jauh lebih sulit dibandingkan Jakarta-Bandung," ujarnya di Jakarta, Sabtu (30/1/2016).

Apalagi, kata Arief, lahan yang digunakan sebagai jalur dalam proyek kereta cepat lebih banyak menggunakan lahan PTPN VIII. Karena itu, seharusnya tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membebaskan lahan karena lahan itu sudah dijadikan penyertaan modal dalam proyek tersebut.

"Fakta ini memperkuat adanya dugaan mark-up dalam proyek kereta cepat tersebut. Ada dugaan mark-up anggaran proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tersebut jumlahnya US$ 3,5 miliar jika menggunakan acuan biaya proyek Kereta Cepat Haikuo-Sanya di China yang hanya butuh US$ 10 juta per km. Selain itu, sangat tidak mungkin walau pembiayaan proyek tersebut dengan cara private finance initiative atau tidak menggunakan APBN," katanya.

Selain itu, menurut Arief, dari data yang ada, pembangunan kereta cepat yang bekerja sama dengan CRIG pasti akan meminta jaminan dari pemerintah Indonesia dalam bentuk Sovereign Guarantee.

Biasanya, lanjut Arief, Sovereign Guarantee ini berbentuk tanggungan pemerintah dalam hal pengoperasian kereta cepat jika pendapatannya tidak dapat memenuhi biaya operasionalnya nanti, serta biaya untuk perawatan infrastruktur kereta cepat jika pengoperasian masih terus merugi.

Jika ternyata pemerintah tidak bisa menanggung biaya operasionalnya, sudah dipastikan kepemilikan saham dari BUMN yang ikut dalam konsorsium proyek kereta cepat akan berkurang jumlahnya. Ini terjadi karena diambil alih oleh CRIG. Akhirnya pengoperasian kereta cepat dan infrastruktur kereta cepat menjadi 100 persen dimiliki oleh CRIG.

"Bagi CRIG, walaupun sebenarnya proyek ini merugi, tidak membuat mereka perusahaannya merugi. Itu karena dari awal dimulainya groundbreaking saja saham CRIG di bursa saham China sudah naik 3 persen dan biaya pembangunannya juga 3 Kali lipat dari harga normal, yaitu dari seharusnya US$ 1,5 miliar untuk panjang lintasan 150 km menjadi US$ 5 miliar.

"Karena itu proyek kereta cepat ini harus dibatalkan karena lebih merugikan Indonesia, apalagi terkesan terburu-buru. Sepertinya banyak oknum yang hanya ingin memburu uang cepat dalam bentuk rente pembangunan proyek tersebut," tandasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya