Liputan6.com, Jakarta - Komitmen pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) mempercepat pembangunan kilang minyak di Bontang, Kalimantan Timur dan kawasan industri petrokimia di Tuban, Jawa Timur diharapkan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor bahan bakar minyak (BBM). Tanpa kilang minyak, negara ini dipastikan bakal menjadi importir BBM terbesar di dunia.
Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Edwin Hidayat Abdullah mengungkapkan, dalam Refinery Development Master Plan (RDMP), pemerintah dan Pertamina bakal meningkatkan kapasitas produksi kilang minyak yang sudah berjalan di Cilacap, Balikpapan dan Dumai.
Selain itu, proyek pembangunan dua kilang baru di Bontang, Kalimantan Timur dan di kawasan industri petrokimia, Tuban Jawa Timur. "Pembangunan kilang minyak merupakan keniscayaan bagi Indonesia. Sebab, Negara ini sejak lebih dari 20 tahun lalu tidak membangun kilang minyak," terangnya di Jakarta, Selasa (9/2/2016).
Advertisement
Â
Baca Juga
Menurut Edwin, pembangunan kilang minyak di Bontang menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) atau Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Sedangkan penanggungjawab pelaksana adalah PT Pertamina (Persero).
Sementara proyek kilang minyak di Tuban yang terintegrasi dengan kompleks kawasan industri Petrokimia, sambung Edwin, sudah ada 5 investor yang tertarik menanamkan modalnya.
Edwin menghitung, dengan program RDMP kilang minyak eksisting dan pembangunan 2 kilang minyak baru di Bontang dan Tuban, kapasitas produksi BBM dapat mencapai 2,2 juta-2,3 juta barel per hari. Sedangkan total kebutuhan nasional terhadap BBM pada 2025 sekitar 2,6 juta barel per hari.
"Jadi gap impor kita semakin menipis, sebab tanpa kilang, maka hampir dipastikan Indonesia akan menjadi the largest import BBM di 2025. Kita harus siap dengan kilang sebagai bagian dari ketahanan energi nasional," jelas Edwin.
Ia mengaku, Pertamina perlu menggandeng pihak investor guna membangun 2 kilang minyak baru di Indonesia. Alasannya, megaproyek ini tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Perkiraan pemerintah, lanjutnya, pembangunan kilang Bontang membutuhkan investasi sekitar US$ 14 miliar dan Tuban US$ 13 miliar.
"Ini cukup masif dan harus segera dilaksanakan mengingat kilang minyak harusnya sudah berjalan bertahun-tahun lalu. Kita juga tidak mau berhenti di BBM saja, tapi sampai ke hilir karena nilai tambahnya ada di hilir," terangnya.