Dibuka 100% untuk Asing, Tiga Industri Ini Bakal Jadi Buruan

Dalam paket kebijakan 10 ada 35 bidang usaha yang diubah untuk 100 persen bisa dimiliki asing.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 11 Feb 2016, 18:44 WIB
Diterbitkan 11 Feb 2016, 18:44 WIB
20150916-Jokowi Minta Para Menteri Cari Terobosan Untuk Permudah Investasi-Jakarta
Kepala BKPM Franky Sibarani memberi keterangan usai Rapat Terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Rabu (16/9). Presiden Jokowi meminta seluruh kementerian membuat terobosan untuk memudahkan investasi di Indonesia. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah meluncurkan paket kebijakan ekonomi jilid 10 yang intinya merombak Daftar Negatif Investasi (DNI). DNI merupakan ketentuan yang mengatur sektor dan bidang apa saja yang kepemilikannya bisa untuk asing.

Dalam paket tersebut ada 35 bidang usaha yang diubah untuk 100 persen bisa dimiliki asing. Dengan begitu, diharapkan dapat meningkatkan daya tarik investasi Indonesia bagi investor asing.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani mengungkapkan ada tiga sektor yang akan menjadi buruan investasi para penanam modal asing, yaitu industri obat-obatan, perfilman, dan pariwisata.

"‎Industri bahan baku obat, itu sudah ada beberapa yang minat masuk. Kemudian untuk film, bioskop, itu sudah ada yang menyatakan minat mau masuk, termasuk di pariwisata," ucapnya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (11/2/2016).

Mengenai industri yang masuk dalam kategori pariwisata, ia mengatakan yang paling berpotensi adalah industri restoran dan rumah makan. Diperkirakan, dengan masuknya asing di bidang usaha ini akan menambah pilihan para wisatawan tiap kali berkunjung ke Indonesia.

Franky mengaku belum menghitung berapa potensi kenaikan investasi yang akan didapatkan dari adanya revisi DNI kali ini. Hanya saja ia memastikan investasi akan membantu pemerintah dalam menggaet penanaman modal asing (PMA) ke Indonesia dalam lima tahun ke depan mencapai Rp 3.500 triliun.

"Tahun ini kita targetkan akan ada sekitar Rp 600 triliun (PMA). Kalau ditambah pencapaian tahun lalu Rp 545 triliun, berarti kita masih kurang sekitar Rp 2.300 triliun dalam waktu tiga tahun," ucap Franky.

Sebelumnya, Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung menjelaskan bahwa dalam paket kebijakan ekonomi jilid 10 berisi mengenai perubahan daftar negatif investasi (DNI). Dia menyebutkan ada beberapa dasar dirilisnya paket kebijakan dengan perubahan DNI ini. Pertama untuk melindungi pelaku usaha kecil dan menengah (UKM).

Perlindungan mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Isinya, bagi usaha UMKM yang mempunyai kekayaan di bawah Rp 10 miliar berhak yang mendapatkan perlindungan. 

Kedua, paket kebijakan ini dikatakan akan memotong mata rantai, oligarki, dan kartel yang selama ini dinikmati kelompok tertentu. "Contoh, mengenai layar bioskop. Sekarang 1.117 layar, yang hanya diakses 13 persen dari penduduk kita. Sebanyak 87 persen ada di Jawa. Ironis itu 35 persen ada di Jakarta. Maka dengan demikian para pelaku yang selama ini mendapatkan kemudahan menguasai hanya 3-4 perusahaan. Ini enggak baik bagi dunia perfilman. Maka pemerintah akan lakukan perubahan," Pramono Anung menuturkan.

Ketiga, perubahan DNI ini bertujuan membuat harga lebih murah bagi masyarakat. Salah satunya harga obat. "Selama ini bahan obat-obatan tidak bisa masuk. Dengan ini diharapkan nantinya bahan dasar obat lebih murah dan masyarakat jadi lebih murah (membelinya)," dia melanjutkan.

Kemudian keempat, paket kebijakan dikatakan sebagai langkah menghadapi pasar bebas Asean. Sesuai kesepakatan negara-negara di ASEAN mempunyai kebebasan masuk ke pasar setiap negara lainnya.

Kelima, kebijakan ini diharapkan akan membuka lapangan pekerjaan lebih luas dan memperkuat modal pembangunan.

Keenam, mendorong perusahaan nasional bersaing. "Kebijakan beberapa waktu lalu ada yang memberikan proteksi kelompok tertentu. Contoh pom bensin. Sebelum ada Shell dan lainnya, Pertamina pom bensinnya enggak baik. Begitu ada pesaing lebih baik, karena ada kompetisi di dalamnya," kata dia.

Tujuan ketujuh, Pramono Anung menegaskan kebijakan ini bukan dalam angka liberalisasi. Namun untuk mendorong adanya modernisasi di Indonesia.

"Kebijakan terbuka yang membuat siapa pun bisa ikut. Tumbuhnya pemain baru, usahawan baru, teknologi baru yang akan bersaing dalam pasar global," dia menjelaskan. (Yas/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya