Liputan6.com, Jakarta Pemerintah memastikan ada revisi harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016. Asumsi ICP akan dipangkas dari US$ 50 per barel menjadi US$ 30 per barel yang berimbas pada penurunan penerimaan negara.
Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, harga minyak dunia terus tertekan karena saat ini bergerak di kisaran US$ 30-35 barel sehingga pemerintah perlu menyodorkan asumsi baru untuk harga minyak.
"Jadi perkiraan rata-rata per tahun US$ 30-40 per barel (asumsi ICP APBN-P 2016). Sementara target di APBN 2016 sebesar US$ 50 per barel," ujarnya saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (17/2/2016).
Advertisement
Â
Baca Juga
Dengan penurunan asumsi ini, kata Bambang, berpengaruh pada penerimaan negara dari Pajak Penghasilan (PPh) Migas dan anjloknya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) royalti tambang karena harga komoditas yang rendah. Kondisi tersebut akan membuat struktur penerimaan berubah.
"Yang paling kritis adalah harga minyak untuk dimasukkan dalam APBN-P 2016. Jadi membuat penurunan dari penerimaan PNBP dan PPh Migas, karena kalau harga minyak jatuh, dampaknya ke harga komoditas turun," jelasnya.
Bambang memperkirakan, penerimaan negara anjlok sampai Rp 90 triliun dengan asumsi penurunan ICP dari US$ 50 menjadi US$ 30 per barel. Proyeksi tersebut juga mempertimbangkan penurunan produksi (lifting) minyak.
"Kalau dari minyak dan komoditas dengan harga ICP sampai US$ 30 per barel, mungkin penerimaan turun bisa sampai Rp 90 triliun. Dihitung dari asumsi kurs sama, lifting turun dengan jumlah yang terjelek pokoknya," terangnya.
Dari data Kementerian Keuangan, realisasi penerimaan perpajakan sampai dengan 5 Februari 2016 sebesar Rp 78,8 triliun. Salah satunya bersumber dari Pajak Penghasilan (PPh) Migas sebesar Rp 2,8 triliun atau baru 6,8 persen dari target di APBN 2016 sebesar Rp 41,4 triliun.
Jumlah tersebut jauh lebih kecil dibanding realisasi periode yang sama sebelumnya sebesar Rp 5 triliun atau 10,1 persen dari proyeksi. Sedangkan pendapatan negara dipatok Rp 1.822,5 triliun di APBN-P 2016.
Angka itu berasal dari penerimaan pajak Rp 1.360,2 triliun, Bea dan Cukai Rp 186,5 triliun, PNBP dari sumber daya migas dan non migas Rp 273,8 triliun, serta penerimaan hibah Rp 2 triliun.
"Penerimaan migas pada 2014 masih 20 persen dari total pendapatan negara. Tapi tahun lalu, porsinya sudah tinggal 10 persen. Jadi pajak yang harus di depan tanpa mengganggu pertumbuhan ekonomi," tandas Bambang. (Fik/Zul)