Mendag: RI Harus Kejar Ketertinggalan Soal FTA

Sebagai contoh, Vietnam yang lebih dulu berhasil menggolkan FTA CEPA dengan Uni Eropa.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 04 Mar 2016, 12:46 WIB
Diterbitkan 04 Mar 2016, 12:46 WIB
Thomas Lembong
Sebagai contoh, Vietnam yang lebih dulu berhasil menggolkan FTA CEPA dengan Uni Eropa.
Liputan6.com, Jakarta -
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) sedang berjuang meloloskan perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement) dalam skema Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dengan Uni Eropa.
 
Perjuangan tersebut dilatarbelakangi tidak tersedianya akses pasar bagi pelaku industri yang berorientasi pada ekspor.
 
Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong usai Rapat Koordinasi Pertanian dan Perkebunan kembali menyatakan Indonesia sangat tertinggal jauh dengan negara tetangga lain soal perjanjian perdagangan bebas (FTA).
 
Sebagai contoh, Vietnam yang lebih dulu berhasil menggolkan CEPA dengan Uni Eropa. Negara tersebut juga telah menghapus bea keluar dalam perdagangan, seperti syarat utama Uni Eropa.
 
Vietnam juga merupakan salah satu negara pendiri Trans Pacific Partnership (TPP), sehingga mempunyai akses pasar yang luas ke Eropa dan Amerika Serikat (AS).  
 
"Sedangkan Indonesia belum punya akses pasar itu. Jadi ekspor Indonesia kalah tarif melulu dengan Vietnam, bahkan Malaysia," ujar Tom Lembong saat ditemui di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (4/3/2016).

Ironisnya lagi, mantan bankir ini mengungkapkan, Indonesia sebentar lagi bakal tersalip Filipina yang telah merampungkan FTA skema CEPA dengan Uni Eropa. Padahal, Indonesia lebih dulu bernegosiasi perjanjian perdagangan bebas ini ketimbang Filipina.
 

"Saya lapor (ke Menko) kita malah mau disalip Filipina. Kita mulai duluan daripada Filipina soal FTA, tapi Filipina sudah selesai duluan," terang Tom.
 
Dasar lain yang mendorong Indonesia harus mengejar ketertinggalan dalam perjanjian perdagangan bebas ini, kata dia, juga karena pabrik atau perusahaan nasional dan multinasional yang berbondong-bondong minggat dari Indonesia ke negara lain lantaran ketidaktersediaan akses pasar.
 
"Mulai mengerikan pabrik sudah mulai pindah dari Indonesia ke Vietnam. Itu hikmah yang bisa kita ambil dari pabrik yang tutup dan PHK. Jadi kita harus membicarakan bagaimana bisa mengejar waktu (FTA)," tegas dia.
 
Seperti diketahui, pemerintah Indonesia masih bernegosiasi dengan Uni Eropa terkait FTA skema CEPA. Pemerintah masih menimbang untung rugi masuk dalam FTA tersebut karena syarat yang diminta Uni Eropa sangat berat.
 
Dalam Rapat Koordinasi FTA, pemerintah menilai beberapa permintaan dari Uni Eropa yang memberatkan pihak Indonesia, misalnya pembebasan bea masuk sebesar 95 persen pos tarif. Kebijakan liberal ini dianggap dapat memukul industri dalam negeri. Permintaan Uni Eropa lainnya, menghapus bea keluar.
 
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menekankan Indonesia seharusnya bisa lebih berani dalam perundingan FTA dengan Uni Eropa. Terlebih dengan sejumlah persyaratan dari Uni Eropa yang dianggap memberatkan.
 
"Mestinya dengan Uni Eropa, kita berani untuk ambil risiko karena kita tidak bersaing dengan mereka. Beda jika dibandingkan dengan dua kompetitor lain, India dan China," ujar Darmin, Kamis kemarin.
 
Darmin menegaskan pemerintah perlu berkoordinasi intensif antara kementerian/lembaga terkait, supaya tercapai titik temu dalam perundingan.
 
Hal ini mengingat April mendatang Presiden Joko Widodo akan melakukan lawatan ke beberapa negara Uni Eropa, seperti Jerman, Inggris, Belanda dan Belgia.
 
"Kita harus punya milestone yang mau dicapai. Kalau tidak perundingannya akan berputar-putar, tidak mencapai target," ujar Darmin. (Fik/Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya