Earth Hour Pangkas Konsumsi Listrik Jakarta Hingga 40%

Saat pelaksanaan kampanye Earth Hour, konsumsi listrik pada beban puncak turun menjadi 3.400 hingga 3.500 mega watt (MW).

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 18 Mar 2016, 20:18 WIB
Diterbitkan 18 Mar 2016, 20:18 WIB
Earth hour
(Foto: Wikipedia)

Liputan6.com, Jakarta - PT PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang memperkirakan konsumsi listrik berkurang hingga 40 persen saat berlangsungnya kampanye Global Earth Hour (EH) atau Satu Jam Mematikan Listrik yang berlangsung pada Sabtu (19/3/2016).

Deputi Manager Komunikasi dan Bina Lingkungan PLN Disjaya Mambang Hartadi mengatakan, rata-rata beban puncak listrik Jakarta mencapai 6.068 Mega Watt (MW). Diperkirakan, saat pelaksanaan kampanye global tersebut, konsumsi listrik pada beban puncak turun menjadi 3.400 hingga 3.500 mega watt (MW).

‎"Rata-rata beban puncak  6.068 MW. Untuk Earth Hour tahun ini hanya berkisar di 3.400-3.500 MW, lebih kurang hampir 40 persen dari beban puncak," kata Mambang, saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Jumat (18/3/2016).

Menurut dia, PLN Disjaya mendukung kampanye yang digagas organisasi non pemerintah yang menangani ekosistem makhluk hidup World Wide Fund for Nature(WWF). Pasalnya, hal tersebut berpengaruh pada penghematan energi.


"Ada imbauan PLN internal saja. PLN Dukung WWF terus mendukung kampanye ini untuk berpangaru pada penghematan," tutur dia.

Penghematan energi sedang didorong Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan menargetkan mencapai 10 persen. Hal tersebut akan tertuang dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).

Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, saat ini pemerintah masih fokus pada pengadaan energi untuk saat ini dan  masa depan‎, guna menunjang pertumbuhan konsumsi yang terus meningkat.

"Saya menekankan satu aspek pengolahan energi ke depan. Selama ini kita hanya fokus pada supply side bangun listrik. Kilang Energi Baru Terbarukan pada supply. Betul sebagai negara sedang tumbuh membutuhkan supply," terang Sudirman.

Sudirman melanjutkan, selain pengadaan energi, seharusnya dilakukan penghematan (konservasi) agar energi yang dimiliki saat ini tidak cepat habis, dengan melakukan pengaturan penggunaan energi secara luas.

"Tapi kita lihat sisi deman‎d konservasi energi. Salah satunya bagaimana menggunakan intensitas energi kit. Kita itu sudah terbatas tapi masih boros, intensitas kita di atas satu persen," tutur Sudirman.

Menurutu dia, penghematan merupakan kegiatan yang  mudah dan murah ketimbang pengadaan energi, namun yang dihasilkan dari penghematan sangat besar manfaatnya.

‎"Sebenarnya kita punya potensi pada 2025 ada ruang penghematan 17 persen, untuk membangkitkan listrik perlu investasi US$ 1-1,5 juta per Mega Watt (MW). Misalkan 17 persen  itu hampir 5 ribu MW (penghematannya) anda bayangkan 5 ribu MW dikali US$ 1 juta, " tutur dia.

Instansinya akan memberikan insentif untuk mendorong penghematan energi. Selain itu, juga akan didukung dengan adanya alat penghemat energi dan fasilitator penghematan energi. Pada 2016 ditargetkan 243 manager energi dan auditor 167 orang.

"Apa tantangannya,insentif untuk konservasi belum dirasakan ada regulasi untuk insentif, selama harga belum real masih disubsidi masih digendong belum merasakan energi itu punya harga‎," tutup Sudirman. (Pew/Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya