Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah sedang mengkaji untuk memberikan insentif kepada pelaku usaha hulu minyak dan gas (migas) untuk meningkatkan cadangan migas di Indonesia. Salah satu insentif yang sedang digodok adalah pembebasan pajak eksplorasi.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ‎Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I Gusti Nyoman Wiratmaja mengatakan, saat ini tingkat pencarian cadangan minyak (eksplorasi) mengalami penurunan. Dalam data kementerian, penurunannya mencapai 15 persen hingga 20 persen.
Untuk kembali mendorong agar eksplorasi migas di Indonesia meningkat lagi, pemerintah berencana untuk memberikan insentif. "Apa yang terjadi jika tidak dikasih insentif eksplorasi? Produksi kita bakal turun terus. Biasanya itu di bisnis pertambangan, untuk eksplorasi selalu di atas 20 persen tapi ini justru mengalami penurunan," kata Wiratmaja, di Kantor Direktorat Jenderal Migas, Jakarta, Selasa (26/4/2016).
Baca Juga
Pemerintah memang terus mendorong eksplorasi. Langkah tersebut untuk memanfaatkan penurunan harga minyak yang sedang terjadi saat ini. Diharapkan pemerintah bisa meningkatkan cadangan migas di saat harga minyak sedang rendah.Â
Untuk insentif yang akan diberikan, pemerintah sedang memikirkannya. Beberapa yang sudah tersirat diantaranya pembebasan pajak kegiatan eksplorasi. Untuk insentif, tersebut akan dilaporkan ke Kementerian Keuangan dan Presiden Joko Widodo.
"Eksplorasi tidak kena pajak. Baik PBB atau pajak impor barang karena eksplorasi belum menghasilkan. Itu contoh salah satunya. nanti akan dilaporkan ke Kementerian Keuangan dan Presiden," terang dia.
Penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sangat besar pengaruhnya pada kegiatan eksplorasi. Alasannya, pajak tersebut beban yang besar dalam kegiatan eksplorasi.
"PBB sudah, semua pajak selama eksplorasi kalau boleh tidak ada karena ini benar-benar dalam cash out, PBB paling memberatkan, bayangi di laut 10 kilometer persegi, itu dibayar per 1 meter persegi‎‎," tutur dia.Â
Ia melanjutkan, peningkatan kegiatan eksplorasi melalui pemberian stimulus fiskal serta penyederhanaan perjanjian untuk mempercepat proyek, diperkirakan akan mendorong penambahan produksi hingga 700 ribu barel di 2025. (Pew/Gdn)