Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, akan memberikan insentif kepada karyawan yang bergerak di sektor yang padat karya. Insentif tersebut adalah pembebasan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 bagi karyawan yang bekerja sektor padat karya bergaji di bawah Rp 10 juta.Â
Menko Airlangga menjelaskan, insentif yang diberikan ini agar sektor padat karya tidak perlu melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), meskipun mereka menghadapi tantangan akibat kenaikan tarif impor yang ditetapkan oleh Amerika Serikat (AS).
Advertisement
Baca Juga
Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk melindungi tenaga kerja di tengah situasi yang sulit.
Advertisement
Pemerintah telah mengambil langkah mitigasi dengan menerapkan kebijakan insentif, berupa PPh 21 yang ditanggung oleh pemerintah (DTP) bagi karyawan yang memiliki gaji di bawah Rp10 juta per bulan. Tujuan dari insentif ini adalah untuk menjaga daya beli masyarakat serta mendukung keberlangsungan usaha di sektor padat karya.
"Stimulus ekonomi diberikan, khususnya untuk sektor padat karya. Gaji buruh hingga Rp 10 juta, PPh-nya ditanggung pemerintah. Jadi, tidak ada alasan untuk melakukan PHK," ungkap Airlangga dalam Sarasehan Ekonomi yang diadakan di Menara Mandiri, Jakarta, pada Selasa (8/4/2025). Pernyataan ini menegaskan bahwa pemerintah berupaya keras untuk mencegah PHK di sektor ini.
Ia juga mendorong para pelaku industri padat karya untuk lebih aktif dalam mencari pasar ekspor baru, alih-alih mengambil langkah efisiensi melalui pengurangan jumlah tenaga kerja. Hal ini penting agar industri tetap dapat beroperasi dan berkembang meskipun dalam kondisi yang tidak menentu.
"Karena pajaknya sudah disubsidi, mari bertahan bersama pemerintah dan cari pasar baru di tengah ketidakpastian global," tambahnya. Pernyataan ini mencerminkan harapan agar semua pihak dapat bekerja sama untuk menghadapi tantangan yang ada.
Insentif KUR
Di samping insentif pajak, pemerintah juga menawarkan pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan total plafon mencapai Rp300 triliun. Pembiayaan ini ditujukan untuk pelaku industri di sektor makanan, minuman, tekstil, kulit, dan furnitur, guna meningkatkan kapasitas dan daya saing mereka.
Regulasi mengenai insentif ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 Tahun 2025 yang mulai berlaku sejak 4 Februari 2025. PMK ini merupakan respons pemerintah terhadap kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang mulai berlaku pada Januari 2025, serta sebagai strategi untuk menjaga stabilitas ekonomi di tingkat nasional.
Tanggung Jawab Pemerintah
Menurut Dwi Astuti, yang menjabat sebagai Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak, penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk mempertahankan daya beli masyarakat serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
"Penerbitan PMK ini adalah bentuk komitmen pemerintah dalam menjaga daya beli dan mendorong stimulus ekonomi secara berkelanjutan," ujarnya.
PMK tersebut memberikan insentif Pajak Penghasilan (PPh) 21 yang Ditanggung Pemerintah (DTP) kepada pegawai yang bekerja di sektor industri alas kaki, tekstil, pakaian jadi, furnitur, dan barang dari kulit.
Pegawai yang memenuhi syarat tersebut harus memiliki penghasilan bruto tidak lebih dari Rp 10 juta per bulan atau Rp 500 ribu per hari, dan pemberi kerja harus memastikan bahwa mereka memiliki kode klasifikasi usaha yang sesuai dengan lampiran PMK yang telah ditetapkan.
Advertisement
50 Ribu Pekerja Berisiko Dipecat
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah mengumumkan penerapan tarif baru untuk barang-barang yang berasal dari Indonesia. Beberapa sektor industri akan merasakan dampak yang cukup signifikan, termasuk industri tekstil dan pertambangan.
Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, tarif resiprokal yang mulai berlaku pada 9 April 2025 ini akan berdampak negatif bagi industri di Indonesia.
"Industri-industri yang akan terhantam pada PHK gelombang kedua dengan kebijakan Donald Trump berdasarkan informasi sementara dari fakta dari serikat-serikat pekerja tingkat perusahaan," ucap Iqbal dalam sebuah konferensi pers virtual pada hari Sabtu, 5 April 2025.
Iqbal kemudian menjelaskan beberapa sektor yang akan terkena dampak dari kebijakan tersebut, terutama industri yang berorientasi ekspor ke Amerika Serikat.
"Yang pertama catatannya adalah industri tekstil, industri garmen, industri sepatu, industri makanan yang orientasi ekspor ke Amerika, industri minuman yang orientasi ekspor ke Amerika, industri minyak sawit," tuturnya.
Selain itu, sektor pertambangan juga tidak akan luput dari pengaruh tarif resiprokal yang diterapkan oleh AS, terutama pada komoditas tambang yang secara rutin diekspor ke negara tersebut.
"Dalam kalkulasi sementara Litbang KSPI dan Partai Buruh, diperkirakan akan ada tambahan 50 ribu buruh yang ter-PHK dalam tiga bulan pasca diberlakukannya tarif baru tersebut. Kenaikan tarif sebesar 32 persen membuat barang produksi Indonesia menjadi lebih mahal di pasar Amerika," terangnya.
