Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyusun regulasi industri jasa keuangan berbasis teknologi atau Financial Technology (Fintech). Lembaga ini ikut melibatkan industri untuk memberi masukan perihal poin-poin yang akan diatur dalam regulasi nantinya.
Regulasi ditargetkan keluar pada tahun ini. "Fintech itu bukan hanya melibatkan satu industri di IKNB saja, tapi juga perbankan dan pasar modal. Jadi sekarang sedang kami siapkan sebuah aturan yang satu untuk semuanya, sehingga nanti tinggal detailnya saja, tapi kami sedang bahas," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani di Jakarta, Selasa (26/4/2016).
Firdaus menilai, respon para pelaku industri Fintech cukup positif terkait dengan rencana OJK membuat beleid tersebut. Bahkan dikatakan para pelaku industri sendiri yang meminta untuk segera ada pengaturan.
Baca Juga
"Memang mereka minta diatur bersama OJK, katanya kalau nggak diatur mereka kesulitan. Misalnya ketika mengajukan kredit buat permodalan dengan bank. Bank kan tanya Anda diawasi siapa, kan seperti itu," tutur dia.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad mengaku, pihaknya juga akan bekerjasama dengan otoritas di beberapa negara seperti Singapura dan Cina untuk mengetahui cara negara-negara tersebut mengatur industri Fintech.
Advertisement
"Kami juga berencana menggelar Fintech Festival agar bisa lebih dekat dan memahami keberadaan mereka," ujar dia.
Muliaman turut mempersilakan perusahaan Fintech untuk beroperasi meskipun belum ada regulasi khusus yang mengatur industri saat ini. "Yang ada sekarang silakan beroperasi, tapi mereka harus sering-sering bertemu dengan kami. Melaporkan seperti apa kegiatannya," kata dia.
CEO sekaligus Pendiri perusahaan Fintech UangTeman.com Aidil Zulkifli mengaku, telah berdiskusi dan menyampaikan masukan-masukan kepada OJK.
“Kami juga memberikan materi-materi riset sebagai referensi dan apresiasi ke OJK dan wujud keinginan kami untuk memberikan masukan yang tepat ke OJK dalam hal regulasi ini,” jelas dia.
Menurut dia, selama satu tahun beroperasi di Indonesia, ia melihat ada beberapa fokus yang harus diperhatikan dalam pembuatan regulasi. Di antaranya soal perlindungan konsumen yang kuat, standar sistem online yang aman, perlindungan data konsumen, agen penagih yang terstandarisasi dan manajemen keuangan dan resiko yang kuat untuk pemberi pinjaman online (digital).
Aidil menunjuk regulasi di Inggris dan Amerika bisa menjadi referensi yang bisa diterapkan di Indonesia dengan sejumlah penyesuaian. “Mereka adalah negara maju yang mungkin untuk beberapa hal kita dapat menerapkan atau mengadopsi sistem mereka. Namun Indonesia adalah Negara berkembang, pasar yang kita miliki tentu berbeda dengan negara tersebut,” tutur dia.(Nrm/Ahm)