Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pariwisata (Kemenpar) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) yang dijadikan sebagai landasan kerja sama untuk meningkatkan peran Lembaga Jasa Keuangan (LJK) mengembangkan destinasi dan industri pariwisata di Indonesia.
Perjanjian ini dilakukan dalam rangka mendukung pencapaian target kunjungan 20 juta wisatawan mancanegara (wisman) dan pergerakan 275 juta wisatawan nusantara (wisnus) di Tanah Air pada 2019.
Baca Juga
Penandatanganan nota kesepahaman tersebut dilakukan oleh Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya dan Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D.Hadad di Gedung Sapta Pesona Jakarta, kantor Kementerian Pariwisata, Selasa (19/4).
Advertisement
Muliaman mengungkapkan, industri pariwisata akan dapat memanfaatkan sumber dana dari industri pembiayaan yang selama ini ada di Indonesia dengan penandatanganan nota kesepahaman ini.
Baca Juga
"Kita nanti akan buka opsi berperannya pasar modal dalam pembiayaan. Selain itu tak hanya pasar modal. Kita juga buka untuk industri pembiayaan," kata Muliaman di kantor Kementerian Pariwisata, Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Selasa (19/4/2016).
Tak hanya dengan skema jangka pendek untuk pembiayaan di industri pariwisata, Muliaman juga mengungkapkan, OJK juga akan mendorong dana investasi jangka panjang ini untuk masuk ke dalam sektor industri pariwisata.
"Dana jangka panjang seperti dana pensiun, dana kesehatan. Ini dapat juga dimanfaatkan," tambah Muliaman.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, penandatanganan kesepakatan kerja sama tersebut antara lain meliputi; mengkoordinasikan, mendorong kebijakan, dan harmonisasi peraturan yang dibutuhkan para pihak (Kemenpar-OJK) dalam rangka melaksanakan pengembangan destinasi dan industri pariwisata melalui peningkatan peran LJK.
Melakukan pertukaran data dan informasi yang dibutuhkan, melaksanakan sosialiasi dan edukasi, serta mendorong kemitraan usaha antara pelaku industri pariwisata dengan LJK dalam rangka mengembangkan destinasi dan industri pariwisata secara optimal.
"Diharapkan skema pembiayaan ini juga bisa refinance untuk pelaku usaha pariwisata seperti biro perjalanan wisata serta asuransi keselamatan jiwa bagi wisman dan wisatawan dalam negeri untuk aktivitas wisata berisiko tinggi seperti diving, arung jeram, dan wisata minat khusus lainnya," kata Arief.
Arief Yahya menuturkan, salah satu sektor prioritas dalam rencana pembangunan lima tahun ke depan, kebutuhan investasi di bidang pariwisata sangat besar karena akan membutuhkan tambahan 120 ribu kamar hotel, 15 ribu restoran, 100 taman rekreasi, 100 operator diving, 100 marina, 100 KEK, dan infrastruktur pariwisata lainnya.
Sebagai tahap awal Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) dengan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) akan melakukan perjanjian kerja sama terkait dengan pembiayaan pengembangan destinasi dan industri pariwisata yang besarnya diproyeksikan mencapai Rp 2-10 triliun. Menurut rencana penandatanganan kerja sama akan dilakukan saat Rakernas PHRI di Bali pada 20 April 2016. (Yas/Ahm)