Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah usul mengurangi subsidi Bahan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar dan elpiji 3 Kilogram/Kg dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2016 yang sedang dibahas dalam rapat Badan Anggaran DPR.
Apakah pengurangan subsidi tersebut akan memicu kenaikan harga solar dan elpiji?
Seperti yang dikutip dari bahan ‎nota keuangan RAPBN-P 2016, di Jakarta, Selasa (14/6/2016). Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan elpiji 3 Kg dalam RAPBN-P 2016 diperkirakan mencapai Rp 41 triliun, menurun Rp 23 triliun dari APBN-P 2016 sebesar Rp 64 triliun‎.
Penurunan ‎subsidi tersebut disebabkan oleh perubahan asumsi dasar ekonomi, antara lain penurunan harga minyak dunia dari US$ 50 per barel menjadi US$ 35 per barel dan penyesuaian nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dari Rp 13.900 ke Rp 13.500.
Baca Juga
Di samping itu, penurunan subsidi BBM juga disebabkan oleh perubahan besaran subsidi tetap dari Rp 1.000 per liter menjadi Rp 350 per liter.
Sedangkan dalam asumsi dasar yang terkait dengan sektor Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam RAPBN-P 2016, volume elpiji bersubsidi 3 Kg diusulkan tidak berubah, masih sama dengan APBN 2016 sebesar 6,602 juta ton, sedangkan realisasi sampai Mei 2016 sekitar 2,391 juta ton.
Kepala Pusat Komunikasi Kementerian ESDM Sujatmiko mengatakan, pemerintah berupaya tidak menaikkan harga solar meski subsidinya dikurangi menjadi Rp 350 per liter.
"Kebijakan pemerintah semaksimal mungkin tidak menaikkan harga solar," ujar dia.
Sujatmiko melanjutkan, untuk subsidi elpiji, belum ada rencana untuk dikurangi. Subsidi elpiji masih menyesuaikan fluktuasi harga dengan harga patokan.
"Belum ada rencana untuk elpiji, pengaturan subsidi ‎elpiji masih menggunakan prinsip penetapan harga jual, subsidinya berfluktuasi sesuai dengan realisasi harga patokan," tutur Sujatmiko. (Pew/Ahm)