Liputan6.com, Jakarta - Bukan hal mudah untuk jadi miliarder. Perlu kerja keras untuk mencapainya. Bahkan saat kita sudah menjadi orang kaya dan menyandang predikat miliarder, akan sulit juga untuk menjaganya.
Jika tak pintar, bisa saja kita bangkrut sewaktu-waktu, keuangan dan kekayaan kian surut, bisnis hilang, klien pun lari atau banyak lagi masalah yang dihadapi para miliarder.
Maka tak heran, mereka yang dulunya adalah miliarder, kini tak lagi menyandang predikat tersebut, karena beberapa alasan.
Advertisement
Dilansir dari Time, Sabtu (18/6/2016), di 1995, ada 289 miliarder menurut laporan dari UBS Group AG dan PricewaterhouseCoopers. Namun sekarang, jumlahnya menyusut hingga 126 orang, dalam hal kekayaan pribadinya.
Lalu, ke mana 163 miliarder lainnya?
"Meninggal, penurunan kekayaan, kesulitan bisnis rawan dialami oleh kekayaan para pebisnis," tulis laporan tersebut.
"Dari tahun 1996, dari jumlah 289 miliarder, 66 di antaranya meninggal, 24 orang kaya jatuh miskin dan 73 lainnya hilang karena alasan persoalan bisnis dan alasan lain," katanya.
Sementara banyak miliarder sekitar tahun 1995 telah melihat kekayaan mereka menghilang, lebih banyak miliarder yang telah dibuat selama dekade terakhir. Sebagian besar dari mereka berasal dari konsumen, ritel, teknologi, dan sektor keuangan, menurut laporan tersebut.
Meski ada perbedaan gender, jumlah miliarder perempuan tumbuh lebih cepat daripada jumlah miliarder laki-laki. Saat ini, ada hampir tujuh kali miliarder perempuan lebih banyak dibanding tahun 1995.
Â