Liputan6.com, Jakarta - Pelaksanaan Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Hululais harus mundur. Ini setelah salah satu sumur pada PLTP tersebut terkena bencana longsor.
Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan, bencana tanah longsor yang terjadi pada bulan lalu ‎di Kabupaten Lebong, Bengkulu ‎berada di luar wilayah Kerja Panas Bumi Hululais yang berjarak 3,5 kilometer (km).
Sayang ternyata longsoran tanah tersebut tetap menimpa beberapa sumur panas bumi PLTP yang berada di bawah pengeolaan PT Pertamina Geothermal Energi (PGE).
‎"Hujan sangat deras. daerah labil, akibat hujan lebat tiga hari longsor, itu menimpa salah satu sumur," kata Yunus, saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Kamis (14/7/2016).
‎Yunus mengungkapkan, akibat dampak dari longsor tersebut, Proyek PLTP Hululais harus mundur paling lama sekitar enam bulan. Namun PGE memastikan akan terus berupaya memulihkan agar PLTP dapat beroperasi sesuai target pada 2018.
"Iya tertunda tidak sampai tahunan, sampai enam bulan maksimum. Targetnya sekitar 2018, itu bergeser di 2018 hanya bulanannya saja," lanjut dia.
Saat ini pengembangan panas bumi di Hululais baru mencapai 30 Mega Watt (MW) dari target mencapai 55 MW. PGE terus mencari potensi sumur panas bumi lain untuk mencapai target tersebut.
Menurut Yunus, usai terjadi longsor instansinya langsung mengirim inspektur panas bumi untuk menginvestigasi bencana tersebut bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Hasil investigasi menemukan jika penyebab bencana longsor bukan karena aktifitas pengembangan panas bumi tetapi oleh kerusakan lingkungan.
"Kita sudah menugaskan inspektur panas bumi BNPB investigasi. Kecelakaan itu disimpulkan karena murni bencana alam," tutup Yunus.