Mari Elka: Deregulasi Penting untuk Tangkis Krisis

Selain pada pemerintahan Jokowi, Deregulasi pernah dilakukan pada era pemerintahan Soeharto.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 28 Jul 2016, 14:36 WIB
Diterbitkan 28 Jul 2016, 14:36 WIB
Mari Elka Pangestu
Mari Elka Pangestu (Liputan6.com/Panji Diksana)
Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan 12 paket kebijakan atau deregulasi untuk mengatasi dampak perlambatan ekonomi dunia ke Indonesia. Deregulasi pernah dilakukan pada era pemerintahan Soeharto. 
 
Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Mari Elka Pangestu mengungkapkan, pemerintahan era Soeharto dalam kurun waktu 1983-1989, telah mengeluarkan 9 paket deregulasi terkait pajak, keuangan, pasar modal, bea cukai dan lainnya. Dan total ada 18-19 paket kebijakan deregulasi yang diterbitkan selama 15 tahun. 
 
"Di era pemerintahan Jokowi, sudah diluncurkan 12 paket kebijakan deregulasi dalam waktu 6 bulan. Tujuan deregulasi adalah efisiensi untuk mengatasi masalah ketimpangan sosial," jelas Mari saat menghadiri acara Seminar Pikiran Ekonomi Politik Dr Sjahrir Relevansinya Sekarang dan Masa Datang di Main Hall BEI, Jakarta, Kamis (28/7/2016). 
 
 
Deregulasi, diakui Mantan Menteri Pariwisata ini, dirilis karena melihat peluang terjadinya krisis, faktor eksternal harga minyak dunia turun, ketergantungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia terhadap penerimaan minyak 70-80 persen, dan faktor lainnya. 
 
"Jadi harus ada deregulasi dan reformasi. Tapi jangan sampai deregulasi ini justru menimbulkan ketidakpastian, karena yang ada uang akan keluar," papar Mari. 
 
Dia menjelaskan, pelaksanaan deregulasi di masa lalu berhasil lantaran situasi dan kondisi perekonomian dunia dalam keadaan baik. Segala ekspor Indonesia yang mayoritas sumber daya alam terserap dengan baik sehingga ikut mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional mencapai level 6 persen. 
 
"Dulu dunia tidak sakit, tidak bermasalah, dunia bisa menyerap ekspor kita. Tapi sekarang eksternal melambat, termasuk pertumbuhan perdagangan, ekonomi China dan negara maju lainnya. Jadi banyak negara termasuk Indonesia mencari peluang deregulasi untuk mengurangi dampak perlambatan ini," tutur Mari.
 
Hal ini sangat relevan dengan pemikiran Politikus sekaligus Ekonom Sjahrir sejak dulu. Mari mengutip pernyataan di dalam buku Sjahrir Kebijaksanaan Negara Konsistensi dan Implementasi, "Seberapa jauh perubahan kebijakan dan penyesuaian struktural yang berhasil akan turut menentukan pertumbuhan ekonomi". 
 
"Dia (Sjahrir) percaya deregulasi dan reformasi mengembalikannya ke mekanisme pasar. Deregulasi adalah apa yang diciptakan pemerintah sendiri sebagai distorsi pasar. Tujuannya untuk efisiensi dan mengurangi ketimpangan," terang Mari.  
 
Mengenal Sjahrir sejak 1986, Mari memutar memorinya saat pertama kali bertemu Sjahrir. Kenangan paling banyak dengan Sjahrir, diakui Mari selalu berdialog saat makan pagi atau sarapan. 
 
"Sjahrir berbeda dengan profesof-profesor serius lainnya. Tapi saya banyak belajar realita Indonesia dari beliau. Bahkan saya ingat ikut seminar publik yang pesertanya harus membayar, ini pertama kali. Orang bayar cuma buat dengerin ekonom (Sjahrir) ngomong," tuturnya.
 
Mari belajar bagaimana berkomunikasi dengan publik atas segala pemikiran dan pandangannya. Sesekali harus bersikap provokatif sehingga mendorong timbulnya debat. "Nah, ini saya belajar banyak dari beliau (Sjahrir)," tandas dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya