Jaga APBN, Pemerintah Kurangi Anggaran Belanja Rp 133,8 Triliun

Pemangkasan belanja pemerintah itu terutama yang tidak menunjang prioritas.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 03 Agu 2016, 21:08 WIB
Diterbitkan 03 Agu 2016, 21:08 WIB
20160727-Menteri Keuangan  Sri Mulyani-Jakarta
Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangan menggantikan Bambang Brodjonegoro (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan mengurangi belanja sekitar Rp 133,8 triliun. Belanja tersebut merupakan belanja kementerian/lembaga sekitar Rp 65 triliun dan transfer ke daerah Rp 68,8 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan hal tersebut usai sidang kabinet paripurna pada Rabu (3/8/2016). "Pengurangan ini terutama ditujukan untuk kementerian atau lembaga adalah aktivitas yang tidak betul-betul menunjang prioritas," ujar Sri.

Lebih lanjut ia mengatakan, pemangkasan tersebut berkaitan dengan perjalanan dinas, kegiatan konsiniering, dan bahkan mungkin termasuk belanja gedung pemerintahan yang belum menjadi prioritas.

"Kami akan melakukan bersama-sama dengan Menko Perekonomian dan Bappenas untuk menyisir belanja kementerian/lembaga agar dapat dikurangi tanpa mengurangi komitmen pemerintah untuk menunjang program prioritas," kata dia.

Program prioritas pemerintah antara lain masalah pembangunan infrastruktur, belanja pendidikan termasuk tunjangan guru, dan belanja kesehatan. "Kami akan melakukan penelitian bersama Kepala Bappenas bersama Menko yang lain untuk dapat melihat scoope efisiensi yang bisa dikurangi," ujar dia.

Selain itu, pemerintah juga akan melihat sejumlah pengeluaran untuk daerah yang dapat dikurangi. Sri menuturkan pemangkasan tersebut juga mengingat penerimaan pajak lebih kecil sehingga otomatis penerimaan dana bagi hasil di daerah juga akan dikurangi.

Sri mengatakan adanya potensi penurunan dari penerimaan pajak 2016 yang cukup signifikan. Hal itu lantaran dasar penghitungan target penerimaan pajak yang disetujui oleh DPR, APBN-P itu masih pakai angka ekonomi cukup tinggi.

"Target penerimaan dua tahun sebelumnya itu tahun 2014, 2015 kemudian ke 2016. Di tahun 2014 saja waktu itu, realisasi penerimaan pajak  kira-kira Rp 100 triliun di bawah yang ditargetkan di APBN-P. Jadi angka realisasi APBN 2014 berdasarkan laporan keuangan pemerintah penerimaan pajak itu Rp 100 triliun lebih kecil dari yang direncanakan. Tahun lalu 2015, realisasi penerimaan pajak kita, karena harga komoditas, perdagangan turun, dan ekonomi melemah. Realisasinya berdasarkan LKPP (laporan keuangan pemerintah) itu Rp 248,9 triliun lebih kecil dari yang direncanakan, jadi kita lihat bahwa angkanya lebih kecil," jelas dia.

Jaga APBN

Jaga APBN

Karena itu, agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2016 tetap kredibel maka perlu dilakukan penyesuaian.

"Sesudah melihat realisasi dari tahun 2014-2015, jadi dua tahun terakhir, penerimaan perpajakan memang alami tekanan berat karena berdasarkan hitungan yang kami lakukan dengan jatuhnya harga komoditas. Jadi kita bicara tentang komoditas minyak dan gas, batu bara, kelapa sawit, dan pertambangan lainnya, maka penerimaan negara pasti juga akan alami penurunan karena objek pajaknya juga nilainya menjadi menurun secara cukup besar," jelas Sri.

Selain itu, pemerintah melihat sektor-sektor perdagangan dan konstruksi juga alami tekanan dari segi volume. Tak hanya itu, ekonomi dunia yang melemah, Sri mengatakan berdampak ke ekspor.

"Jadi kalau dilihat statistik ekspor mau pun impor itu mengalami konstraksi dari kuartal I 2015 hingga sampai dengan semester I 2016. Situasi hal itu yang kami lihat dari ssi harga komoditas dari sisi kegiatan ekonomi yang alami pelemahan terutama dari sektor memberikan kontribusi cukup besar pada ekonomi yaitu konstruksi, perdagangan, dan industri manufaktur serta adanya pelemahan perdagangan dunia," jelas Sri.

Sri menuturkan pihaknya melaporkan kepada Presiden, Wakil Presiden, dan sidang kabinet untuk menyesuaikan APBN sehingga menjadi kredibel. Ini untuk memperkuat kredibilitas, confidence, serta trust. Meski demikian, Sri menegaskan, hal itu tidak membuat jadi bahan untuk mengatakan seluruh upaya meningkatkan penerimaan pajak harus dikendorkan.

"Justru sebaliknya Presiden meminta bahwa kami akan terus melakukan upaya untuk mendapatkan penerimaan penerimaan pajak yang sangat dibutuhkan untuk terutama mendanai aktivitas sektor prioritas infrastruktur, kemiskinan, pendidikan, kesehatan dan mengurangi kesenjangan. Karena itu, tahun 2016 berdasarkan penerimaan negara dari sisi pajak yang diperkirakan kurang sekitar Rp 219 triliun, kami perlu melakukan penyesuaian belanja sehingga defisit kita tetap terjaga pada tingkat yang tidak menimbulkan krisis terhadap kepercayaan APBN,"  ujar dia.

Terkait RAPBN 2017, Sri mengatakan, pemerintah akan menggunakan pembahasan yang sudah disampaikan dengan DPR selama ini. Hal itu terutama dari sisi asumsi makro 2017 yaitu pertumbuhan ekonomi 5,3 persen, inflasi 4 persen, suku bunga 5,3 persen, nilai tukar Rp 13.300 per dolar AS, harga minyak mentah US$ 45 dan lifting minyak 780 ribu barel per hari.(Ahmad R/Ahm)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya