Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengutak atik Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) yang telah disusun Menkeu sebelumnya Bambang Brodjonegoro bersama DPR RI. Hasilnya, Sri Mulyani memotong anggaran Rp 133,8 triliun sebagai dampak dari perkiraan shortfall penerimaan pajak hingga Rp 219 triliun.
Menanggapi hal ini, Bambang Brodjonegoro yang saat ini menjabat sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas mengakui bahwa ada belanja Kementerian/Lembaga (K/L) yang pasti tidak terserap di tahun ini.
"Ya kan fokus pada belanja yang tidak terserap. Kami yakin kok, sekian persen dari belanja K/L tidak terserap karena tahun lalu saja 12 persen. Sedangkan tahun ini lebih rendah yakni 3-4 persen susah terserap," ujar Bambang di kantornya, Jakarta, Selasa (9/8/2016).
Advertisement
Bambang lebih lanjut mengatakan, atas langkah pemangkasan anggaran Rp 133,8 triliun, Bappenas telah mengirimkan pesan kepada Direktur Jenderal Anggaran Keuangan untuk fokus pada hal-hal berikut:
Pertama, sambungnya, pemotongan anggaran difokuskan pada belanja-belanja yang 100 persen tidak bisa tereksekusi di setiap K/L.
"Kedua, pemangkasan anggaran tidak menyentuh belanja prioritas. Ketiga, penghematan dari lelang, seperti di Kementerian PUPR penghematan anggaran bisa diambil dari kegiatan lelangnya sendiri," terang Bambang.
Pesan keempat, tambah dia, meski pemotongan anggaran diutamakan pada belanja barang dan perjalanan dinas, tetap harus disesuaikan dengan tugas dan fungsi karena ada yang sifatnya pelayanan.
"Jadi porsi belanja dinas sebagai penunjang dan ada yang sebagai fungsi utama. Maka kami yakin pemotongan anggaran tidak akan mengganggu pertumbuhan ekonomi di semester II-2016," jelas Bambang.
Bambang optimistis pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 5,2 persen di akhir tahun seperti target APBN-P 2016. Namun perlu upaya untuk mengejar target pertumbuhan sampai akhir tahun.
"Selain mengoptimalkan belanja pemerintah, daerah juga harus spending dengan benar tidak lagi ditumpuk di perbankan. Serta mendorong investasi riil di samping yang sudah komit untuk direalisasikan," papar dia.
Dijelaskannya, pemerintah daerah harus mencairkan atau membelanjakan dana yang menganggur di perbankan sekitar Rp 213 triliun di posisi Juni 2016.
"Di kuartal terakhir 2015, dalam sebulan daerah keluarkan Rp 100 triliun, pertumbuhan ekonomi kita langsung 5,04 persen padahal kondisinya tidak seperti sekarang," pungkas Bambang.