Pedagang Pasar Beberkan Biang Kerok Daging Sapi Masih Mahal

Harga daging sapi tak kunjung turun meski permintaan tak sebesar Lebaran lalu.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 21 Agu 2016, 19:24 WIB
Diterbitkan 21 Agu 2016, 19:24 WIB
20160125-Harga Daging Sapi di Jakarta Melonjak Hingga Rp 130 Ribu/Kg-Jakarta
Pedagang memotong daging sapi di Pasar Senen, Jakarta, Senin (25/1). Peraturan Pemerintah yang membebankan pajak 10% untuk setiap penjualan sapi impor berdampak pada naiknya harga daging sapi di sejumlah pasar tradisional. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) menyebut ada anomali pada harga daging sapi sehingga tak kunjung turun meski permintaan tak sebesar Lebaran lalu. Saat ini, rata-rata harga daging sapi sebesar Rp 120 ribu per Kilogram (Kg).
 
Ketua Umum DPP IKAPPI, Abdullah Mansuri mengungkapkan, daging sapi masih dijual seharga Rp 120 ribu per Kg walaupun Hari Raya Idul Fitri sudah lewat dua bulan. Sementara harga daging kambing dijual Rp 115 ribu-Rp 120 ribu per Kg.

"Harga daging sapi memang susah ditekan di angka Rp 100 ribu karena ada anomali," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Minggu (21/8/2016).

Mansuri menjelaskan, kondisi tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Di mana usai Lebaran Idul Fitri, permintaan terhadap daging sapi menurun, sehingga ikut menyeret ke bawah harga komoditas ini.

Akan tetapi kini pedagang sulit memprediksi harga daging sapi, padahal tidak ada penahanan atau penimbunan barang sampai ke tangan pedagang eceran.

Diakuinya, penentuan harga daging sapi tidak lepas dari pemain-pemain besar di belakangnya, seperti feedloter, Rumah Pemotongan Hewan (RPH). Kenaikan dan penurunan komoditas strategis ini sepenuhnya dikendalikan feedloter yang mendapatkan jatah kuota impor.

"Di Jakarta misalnya, jejaring distribusi antara feedloter dan RPH cukup kuat, ada tekanan antara keduanya. Feedloter bisa mengancam RPH kalau tidak dijual seharga segini, tidak dikasih lagi barang. Begitupun dengan RPH ke pedagang eceran," ucap Mansuri.

Dengan demikian, ia meminta agar pemerintah melakukan intervensi dalam penentuan harga daging sapi. Pemerintah pun disarankan untuk masuk ke proses distribusi daging sapi, sehingga harga bisa ditekan. Sebagai contoh dengan memberikan batas atas harga di tingkat feedloter dan RPH.

"Jadi jangan salahkan atau bilang pedagang di pasar yang selalu ambil untung besar. Saya bantah hal itu, karena jangan sampai pedagang pasar di kambing hitamkan dari RPH atau feedloter yang menerima keuntungan besar," tegasnya.

Menurut Mansuri, pedagang di pasar tidak mungkin menjual harga daging sapi mahal jika dari feedloter dan RPH tidak mematok harga tinggi. Alasannya, pedagang eceran memiliki risiko apabila daging sapi dijual tinggi.

"Kalau pedagang di pasar jual daging sapi dengan harga tinggi, maka otomatis modal lebih besar. Risikonya bisa merugi kalau konsumsi masyarakat turun, sedangkan pedagang tidak mendapatkan suplai dan subsidi dari pemerintah," papar Mansuri.

Trennya, diperkirakan Mansuri, harga daging sapi akan beranjak turun di H-2 dan H+2 Idul Adha berkisar 25 persen-30 persen karena biasanya terjadi penurunan drastis atas permintaan daging segar, kecuali untuk tetelan, tulang.

"Biasanya malah pedagang tidak jual daging sapi segar ketika mendekati Hari Raya Idul Adha, atau mungkin menjual sisa daging kemarin karena tidak akan belanja lagi. Tapi tidak tahu kalau tahun ini, harganya turun tidak karena susah diprediksi," pungkas Mansuri. (Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya