ASEAN Akan Jadi Importir Gas Cair pada 2030

Dua negara yang diperkirakan akan menjadi importir karena konsumsi yang tinggi adalah India dan Korea.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 30 Agu 2016, 13:27 WIB
Diterbitkan 30 Agu 2016, 13:27 WIB
PGN Bangun Jaringan Pipa Gas Bumi Muara Karang – Muara Bekasi
embangunan pipa gas bumi Muara Karang- Muara Bekasi ibertujuan meningkatkan pemanfaatan atau penggunaan gas bumi nasional,

Liputan6.com, Jakarta - Negara-negara yang berada di wilayah Asia Tenggara (ASEAN) diperkirakan akan menjadi importir gas pada 2030 karena konsumsi yang meningkat. Agar Indonesia tak ikut menjadi importir gas, pemerintah perlu mengantisipasi dengan melakukan berbagai persiapan sehingga kandungan gas dalam negeri bisa mencukupi kebutuhan mendatang. 

Direktur Gas dan Energi Baru Terbarukan Pertamina Yenni Andayani mengatakan, peningkatan konsumsi gas akan menngubah ASEAN yang sebelumnya sebagai negara eksportir menjadi negara importir gas khususnya gas alam cair (Liqufied Natural Gas/LNG).‎

Dua negara yang diperkirakan akan menjadi importir karena konsumsi yang tinggi adalah India dan Korea. Negara-negara di ASEAN diperkirakan bakal menjadi importir gas jika konsumsi terus meningkat pada 2030.

"ASEAN akan mengalami peningkatan demand untuk LNG. Perkiraannya akan menjadi net importir di tahun 2030. ASEAN akan berubah jadi net eksportir ke net importir di 2030," kata Yenni dalam acara The 6th International Indonesia Gas Infrastructure Confrence & Exhibition, di Jakarta, Selasa (30/8/2016).

Menurut Yenni,‎ atas perkiraan tersebut saat ini negara ASEAN seperti Vietnam dan Malaysia sudah melakukan persiapan dengan membangun infrastruktur LNG, berupa fasilitas pengolahan dan penyimpanan LNG dengan kapasitas 70 juta ton per annum diperkirakan beroperasi pada 2023.

"Sekarang kita lihat bagaimana ASEAN bersiap-siap untuk menjadi negara importir gas.‎ Sebagian dari mereka udah mulai bangun infrastruktur LNG," tutur Yenni.

Menurut Yenni, hal tersebut menjadi tantangan Indonesia untuk lebih agresif membangun infrastruktur gas. Pasalnya, kalau tidak siap Indonesia akan kehilangan kontraktor pemasok gas. Saat ini, baru ada dua unit fasilitas terminal dan pengolahan gas ‎terapung (Floating Storage Regasification Unit / FSRU) dan satu unit terminal segasifikasi.

"Kita harus segera agresif. Melihat Thailand. Vietnam, hingga Filipina. Kita harus siap menghadapi kompetisi. Kalau semua negara ASEAN membangun infrastruktur gas dalam waktu bersamaan, untuk mendapatkan kontraktor adalah hal yang perlu kita pikirkan. Adalah sebuah kepentingan bagi kita untuk membangun fasilitas sendiri," tutup Yenni. (Pew/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya