Liputan6.com, Jakarta - Realisasi pengungkapan harta dari deklarasi dan repatriasi dari program pengampunan pajak (tax amnesty) sudah menembus Rp 1.029 triliun hingga siang ini. Pemerintah masih optimistis nilai deklarasi harta dari tax amnesty dapat mencapai Rp 4.000 triliun.
"Kami usahakan (Rp 4.000 triliun)," tegas Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Mardiasmo usai menghadiri Rakornas Bidang Perindustrian dan Bidang Perdagangan Kadin Indonesia di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (20/9/2016).
Dijelaskannya, realisasi nilai harta yang dideklarasi maupun di repatriasi melonjak setiap harinya, terutama mendekati akhir periode pertama tax amnesty. Kondisi ini berpengaruh terhadap penerimaan pajak Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
"Uang tebusan hari ini sudah mencapai Rp 32,1 triliun yang masuk ke kas negara. Komposisi hartanya sudah tembus Rp 1.000 triliun dengan repatriasi Rp 55,1 triliun. Ini menunjukkan sudah ada pergerakan sehingga bisa menjadi mesin pertumbuhan," terangnya.
Mardiasmo menambahkan, sudah lebih dari 30 persen pengusaha yang tergabung Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) ikut tax amnesty. Diharapkan sampai akhir September ini, seluruh pengusaha dapat ikut serta dalam program pengampunan pajak.
"Mudah-mudahan akhir September ini sudah masuk semua (pengusaha), karena kan masih ada yang harus konsolidasi dulu, kalau yang perusahaan terbuka harus gelar rapat pemegang saham. Tapi biasanya ada efek berantai, misalnya satu pengusaha ikut tax amnesty, maka kerabatnya atau lawan bisnis melakukan hal yang sama," jelasnya.
Saat ditanyakan mengenai realisasi uang tebusan yang sudah melampaui perkiraan Bank Indonesia sebesar Rp 21 triliun, Mardiasmo enggan berkomentar banyak. "Bisa dilihat sendiri kan, realisasi sudah melebihi. Mudah-mudahan terus naik," kata Mardiasmo.
Harapan lain, sambungnya, tax amnesty ini akan memperluas data pajak di Indonesia. Dengan demikian, penerimaan pajak di tahun depan lebih besar untuk membiayai belanja negara.Â
"Kalau tax based naik, penerimaan dari pajak akan melonjak. Tapi bukan untuk belanja konsumtif ya, melainkan belanja produktif seperti pembangunan infrastruktur," pungkas Mardiasmo. (Fik/Gdn)