Oleh-Oleh Sri Mulyani dari Pertemuan Bank Dunia-IMF di AS

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, menghadiri pertemuan tahunan International Moneter Fund (IMF)-World Bank di Washington DC

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 12 Okt 2016, 14:09 WIB
Diterbitkan 12 Okt 2016, 14:09 WIB
20160929- Pemerintah dan DPR Sepakati Postur Sementara RUU APBN 2017 -Jakarta- Johan Tallo
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat mengikuti rapat kerja bersama Badan Anggaran di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (29/9). Pemerintah dan DPR menyepakati postur sementara RUU APBN Tahun Anggaran 2017. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, menghadiri pertemuan tahunan International Moneter Fund (IMF)-World Bank di Washington DC, Amerika Serikat, dari 4-9 Oktober 2016. Adapun berbagai topik yang dibahas mulai dari perlambatan ekonomi sampai menyangkut pajak yang menjadi perhatian negara maju dan berkembang.

Sri Mulyani bertindak sebagai Gubernur Bank Dunia untuk Indonesia, Gubernur Alternatif IMF, menkeu negara anggota G20, dan sebagai Ketua Komite Pembangunan (Development Committee/DC). Rangkaian pertemuan tahunan ini mencakup, pertemuan DC, IMF Committee, G20, dan seminar lainnya.

"Saya hadiri pertemuan Gubernur Bank Sentral dan Menkeu. Ini pertemuan terakhir di bawah kepemimpinan China untuk G20 sebelum diambil-alih Jerman pada tahun depan," terangnya saat konferensi pers di kantor Kemenkeu, Jakarta, Rabu (12/10/2016).

Dalam pertemuan G20 tersebut, dijelaskan Sri Mulyani, dibahas perkembangan ekonomi global terakhir, terutama rendahnya penumbuhan dan ketidakpastian ekonomi. Proyeksi lembaga keuangan internasional terhadap pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini berkisar 2,4-3,1 persen. Sementara prediksi meningkat, antara 2,8-3,4 persen di 2017.

"Kondisi ini dipengaruhi oleh posisi harga komoditas global yang rendah dan tingkat inflasi serta tingkat suku bunga yang juga rendah. Dalam jangka panjang, pertumbuhan produktivitas yang melambat serta tantangan investasi dan perdagangan akan tetap menjadi tantangan utama perekonomian global," terangnya.

Isu lainnya yang dibahas, kata Sri Mulyani, pernyataan Gubernur Bank Sentral AS Janet Yellen mengenai prospek kebijakan The Fed tahun ini dan tahun depan melalui data pertumbuhan ekonomi maupun lapangan kerja. Hasilnya mengindikasikan potensi kenaikan suku bunga acuan The Fed.

"Keputusan terakhir memang masih menunda, tapi ini adalah keputusan yang dianggap dekat dengan keputusan untuk mengubah suku bunga di akhir 2016 dan 2017. Sehingga seluruh negara harus mengantisipasi kenaikan Fed Fund Rate," harapnya.

Sri Mulyani selanjutnya memaparkan soal penguatan kerjasama perpajakan internasional dan mendorong implementasi base erosion and profit shifting (BEPS) dan peran Financial Action Task Force (FATF) dalam menangani isu pemanfaatan kepemilikan (beneficial ownership) untuk mengejar keuntungan dengan menghindari kewajiban membayar pajak. Juga upaya memerangi kejahatan pencucian uang dan pembiayaan terorisme.

"Saya banyak melakukan penjelasan ke masyarakat internasional soal penerapan tax amnesty di Indonesia, baik di forum G20, forum bilateral, forum IMF-World Bank, dan forum Development Committee," ucap Sri Mulyani.

Dalam pertemuan di IMF-World Bank ini, Sri Mulyani ‎juga bertemu langsung dengan pimpinan FATF. FATF merupakan satgas yang dibentuk untuk memerangi atau memberantas tindak pencucian uang, uang yang berasal dari terorisme, perdagangan manusia, serta praktik kejahatan lainnya.

‎"Saya bertemu dengan pimpinan FATF dan menjelaskan posisi tax amnesty di Indonesia. Bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Tax Amnesty tidak digunakan untuk memfasilitasi uang-uang yang berasal dari kejahatan pencucian uang, perdagangan narkoba dan manusia, terorisme," ujarnya.

Menurut dia, penjelasan terkait pelaksanaan tax amnesty di Indonesia kepada dunia internasional sangat penting supaya negara ini terhindar dari daftar hitam (black list). "Ini sangat penting supaya Indonesia tidak masuk dalam black list dalam rangka menjadi anggota FATF untuk menjaga kepentingan nasional," tutur Sri Mulyani.

Sri Mulyani juga mengadakan pertemuan bilateral dengan para Menkeu dari negara-negara pemain utama pelaksanaan FATF, antara lain dengan AS, Australia, Kanada, Jerman, Inggris. Pertemuan tersebut, katanya, sangat strategis dan berguna dalam membangun basis pajak yang baik.

"Pertemuan ini penting untuk dapatkan dukungan kalau Indonesia butuh keterbukaan informasi (AEoI) dalam penerapan tax amnesty. Termasuk bertemu dengan Menkeu AS membahas kerja sama di bidang peningkatan kemampuan administrasi keuangan, dan lainnya supaya kita belajar dari negara maju," pungkasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya