Penjualan Tekstil Turun 20 Persen Saat Natal dan Tahun Baru

Penjualan produk tekstil mengalami penurunan signifikan sebesar 20 persen pada Natal dan Tahun Baru kali ini. Kenapa?

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 25 Des 2016, 09:37 WIB
Diterbitkan 25 Des 2016, 09:37 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan penjualan produk tekstil, termasuk pakaian jadi mengalami penurunan signifikan sebesar 20 persen pada Natal dan Tahun Baru kali ini.

Kondisi tersebut seiring dengan masih melemahnya industri tekstil secara keseluruhan dan perubahan tren gaya hidup masyarakat saat ini.

"Natal dan Tahun Baru kali ini prihatin," keluh Ketua API, Ade Sudrajat saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Minggu (25/12/2016).   

Dia menyatakan, terjadi penurunan penjualan produk tekstil, termasuk pakaian jadi oleh masyarakat Indonesia hingga 20 persen di momen Natal dan Tahun Baru sekarang ini.

"Kalau dibandingkan tahun lalu, penurunan penjualan 20 persen. Jadi keras sekali turunnya," ucapnya.

Penyebabnya, Ade menjelaskan, karena masyarakat tidak antusias membeli keperluan Natal dan Tahun Baru, seperti ornamen Natal, apalagi untuk pakaian jadi atau produk tekstil lain.

"Jadi mereka menggunakan pakaian lama yang masih terlihat baru, tapi tidak membeli baru," tuturnya.

Tren lain, kata Ade, masyarakat saat ini lebih senang membelanjakan uang untuk jalan-jalan atau rekreasi ketimbang membeli pakaian baru.

"Mereka lebih senang jalan-jalan. Itulah kenapa trennya beda sekarang, masyarakat ingin lihat kota atau negara lain," dia menerangkan.

Diskon Besar-besaran


Dalam menarik masyarakat untuk berbelanja pakaian dan produk tekstil lain, Ade bilang, pengusaha menyiasatinya dengan diskon besar-besaran di pusat-pusat perbelanjaan.

"Dalam penjualan ritel memang tidak ada strategi lain kecuali diskon habis-habisan. Kalau tidak, barang akan masuk off season yang nantinya bisa lebih murah lagi, jadi kita jual sekarang," ujar dia.

Secara keseluruhan, Ade masih optimistis dengan pertumbuhan industri tekstil ke depan. Tahun ini, dia memperkirakan minus pertumbuhan industri tekstil sudah jauh lebih baik, sekitar negatif dikisaran nol persen. Sementara kontraksi lebih berat di tahun lalu yang tumbuh minus hampir 6 persen.

"Pertumbuhan yang membaik ini karena ada perbaikan investasi di tekstil yang tumbuh 15 persen di tahun ini. Karena investor melihat Indonesia punya masa depan dalam perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa (UE) CEPA yang akan menjadi pemicu investasi berikutnya," paparnya.

Investor, sambungnya, akan mulai menanamkan modal di industri tekstil pada 2017 untuk menghadapi perjanjian perdagangan bebas UE CEPA yang akan selesai pada 2018.

"Jadi investasi industri tekstil akan meningkat di 2017 karena UE CEPA akan selesai di 2018. Sehingga mereka siap-siap dulu di 2017," tutur Ade. 

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya