Jokowi Wajibkan Perusahaan Tambang Asing Lepas Saham 51 Persen

Kewajiban divestasi saham perusahaan tambang asing tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 12 Jan 2017, 20:10 WIB
Diterbitkan 12 Jan 2017, 20:10 WIB

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah mewajibkan perusahaan tambang asing untuk melepas 51 persen saham (divestasi) secara bertahap. Kewajiban divestasi tersebut  tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, Presiden Joko Widodo) (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 1 2017 yang merupakan perubahan dari Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2017. Perubahan ini merupakan bentuk konsistensi pemerintah dalam penerapan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 mengenai Mineral dan Batubara (Minerba).

"Peraturan Pemerintah ini memperbaiki apa yang sudah dijalankan selama ini dan menyempurnakan untuk ke depan," kata Jonan, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (12/1/2017).

Salah satu poin penting dalam Peraturan Pemerintah tersebut adalah keharusan pelepasan saham perusahaan tambang asing sebesar 51 persen ke pihak pemerintah atau nasional secara bertahap dalam jangka waktu 10 tahun. "Poin penting Peraturan Pemerintah Nomor 1 adalah perubahan ketentuan divestasi saham sampai 51 persen bertahap," ucap Jonan.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 menyebutkan, setelah lima tahun sejak berproduksi, perusahaan tambang asing wajib melakukan divestasi saham secara bertahap. Targetnya, pada tahun kesepuluh saham dari perusahaan tambang asing tersebut paling sedikit 51 persen dimiliki peserta Indonesia.

Divestasi saham dalam setiap tahun setelah akhir tahun kelima sejak produksi, tidak boleh kurang dari 20 persen untuk tahun ke enam, 30 persen tahun ke tujuh, 37 persen tahun ke delapan, 44 persen tahun kesembilan, dan 51 persen persen. 

Jonan melanjutkan, dalam Peraturan Pemerintah tersebut, Perusahaan tambang asing yang melepas saham atau divestasi harus menawarkan saham tersebut kepada Pemerintah ‎terlebih dahulu, kemudian Pemerintah Daerah atau provinsi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan badan usaha swasta nasional.

"Sesuai perjanjian KK dan Undang-Undang secara mayoritas dikuasai negara, Pemerintah Daerah, BUMN atau badan usaha nasional apabila BUMN tidak memutuskan ingin menguasai itu," tutup Jonan. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya