Klarifikasi Data, Dirjen Pajak Panggil Petinggi Google Kamis Esok

Pemanggilan dilakukan Ditjen Pajak karena Google selalu mengelak dimintai data laporan keuangannya.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 18 Jan 2017, 18:27 WIB
Diterbitkan 18 Jan 2017, 18:27 WIB
Google Assistant, Asisten Pintar Responsif yang 'Doyan' Ngobrol
Habis Google Now, terbitlah Google Assistant yang lebih cerdas dan responsif. Apa saja kelebihannya?
Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi mengaku telah mengirimkan surat panggilan terhadap petinggi Google Asia Pacific Pte. Ltd untuk datang pada Kamis (19/1/2017).
 
Rencananya Dirjen Pajak akan meminta klarifikasi perusahaan internet raksasa terkait data laporan keuangannya. 
 
"Saya panggil mereka (Google) besok, ada surat panggilannya. Mereka tidak akan mangkir lah," tegas Ken saat ditemui usai Raker dengan Komisi XI di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (18/1/2017). 
 
 
DJP akan membongkar data laporan keuangan Google selama menjalani bisnis di Indonesia. Ken mengatakan, pihaknya ingin meminta klarifikasi atau penjelasan dari perusahaan tersebut atas data-data yang dimiliki DJP tersebut. 
 
"Kita ada hitung-hitungannya, kita punya data. Biar mereka yang menjelaskan. Saya akan buka datanya, dan minta penjelasan ke mereka benar atau tidak," dia menerangkan. 
 
Menurut Ken, langkah ini dilakukan DJP karena Google selalu mengelak dimintai data laporan keuangannya.
 
"Mereka kalau dimintai data kan mbulet (red-mengelak). Jadi nanti saya buka saja datanya, saya punya data,"jelas dia.
 
Lanjut dia, DJP dalam menagih pajak Google sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, Pasal 2 tentang Subjek PPh salah satunya meliputi Badan Usaha Tetap (BUT). 
 
BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia. 

"Kalau sudah ada ketentuan, saya tinggal melaksanakan. Bukan saya maksa-maksa, terus diancam. Kan ada dasarnya UU PPh tentang Subjek Pajak BUT," papar Ken.  (Fik/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya