Sri Mulyani: Kepatuhan Bayar Pajak Rendah, Pengaruhi APBN

Rasio kepatuhan pajak di Indonesia 63,16 persen, sementara target defisit fiskal mencapai Rp 330,2 triliun.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 31 Jan 2017, 11:00 WIB
Diterbitkan 31 Jan 2017, 11:00 WIB

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan ‎tingkat kepatuhan pajak di Indonesia masih sangat rendah sehingga defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak bisa dihindari.

Rasio kepatuhan pajak di Indonesia 63,16 persen, sementara target defisit fiskal mencapai Rp 330,2 triliun atau 2,41 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Dari paparan Sri Mulyani mengenai prospek perekonomian Indonesia 2017 yang diterima Liputan6.com, Jakarta, Selasa (31/1/2017), jumlah Wajib Pajak (WP) terdaftar mencapai 32,77 juta WP di 2016 atau naik tipis dari 30,04 juta sepanjang 2015.

Sementara jumlah WP terdaftar wajib melapor Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) sebanyak 20,17 juta WP di 2016. Target rasio kepatuhan pajak 72,50 persen dan target rasio kepatuhan penyampaian SPT sebanyak 14,62 juta WP.

"Namun realisasi penyampaian SPT hanya mencapai 12,74 juta WP, rasio kepatuhan pajak 63,16 persen dengan capaian rasio kepatuhan pelaporan SPT 87,12 persen," dikutip dari paparan Sri Mulyani.

Tingkat kepatuhan pajak yang masih rendah ini juga dipengaruhi karena keterbatasan jumlah pegawai pajak yang hanya 39.980 orang. Kondisi ini semakin menyeret ke bawah rasio pajak di Indonesia di 2016 sebesar 10,3 persen dibanding realisasi 10,7 persen di 2015. Tahun ini, rasio pajak ditargetkan 11 persen.

Target tersebut jika dilihat masih rendah dibanding realisasi pada 2014 lalu yang mencapai 11,4 persen. Pencapaian rasio pajak paling tinggi yang pernah dicetak pemerintah 11,9 persen di 2012-2013.

Padahal penerimaan pajak merupakan tulang punggung negara untuk membiayai belanja negara yang sudah menembus Rp 2.000 triliun. Realisasi penerimaan pajak di tahun lalu Rp 1.283,6 triliun, dan dipatok Rp 1.495,9 triliun di tahun ini.

Sumber pendapatan yang lebih kecil daripada belanja atau pengeluaran, otomatis ada defisit fiskal yang harus dibiayai dari utang. Tahun ini, defisit APBN ditargetkan 2,41 persen dari PDB atau Rp 330,2 triliun. Sedangkan realisasinya di taahun lalu Rp 307,7 triliun atau 2,46 persen terhadap PDB.

Sri Mulyani sebelumnya pernah mengatakan, rasio pajak dan tingkat kepatuhan pajak di Indonesia masih rendah. Terutama dibandingkan negara tetangga, seperti Malaysia daan Thailand. Apabila kedua hal tersebut bisa lebih meningkat, defisit anggaran dapat dihindari.  

"Kepatuhan pajak di Indonesia masih rendah ‎yakni 63 persen. Kalau tingkat kepatuhan mencapai 80 persen saja, penerimaan perpajakan pasti bisa meningkat," kata Sri Mulyani dilansir dari laman Kemenkeu.

Lebih jauh dijelaskan Sri Mulyani, rasio pajak di Indonesia berada pada level 11 persen. "Ini tidak acceptable, negara yang satu kelas dengan kita bisa 15-16 persen, seperti Malaysia dan Thailand mencapai 15 persen," tutur dia.

Menurutnya, dengan pertambahan rasio pajak, Indonesia akan mampu menambah pendapatan negara sebesar Rp 500 triliun. "Bayangkan kalau kita bisa mencapai 15 persen, kita mampu nambah sekitar Rp 500 triliun, sehingga belanja kita Rp 2.000 triliun tidak jadi defisit," terang dia.

Dengan pendapatan negara yang lebih tinggi, lanjut Sri Mulyani, ‎pemerintah dapat meningkatkan belanja yang bertujuan menurunkan kesenjangan di Indonesia. "Kita bisa meningkatkan belanja untuk masyarakat miskin dan mengurangi kesenjangan," imbuhnya.(Fik/Nrm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya