Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan atau 7 day reverse repo rate (7DRR) di level 4,75 persen. Salah satu alasannya ialah mengantisipasi faktor global yakni wacana penurunan besaran neraca Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed.
Asisten Gubernur dan Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo menerangkan, saat ini The Fed memegang surat berharga dengan nilai US$ 4,5 triliun yang terdiri US treasury sebesar US$ 3,5 triliun dan sisanya morgage backed securities (MBS). Dalam rangka normalisasi atau menurunkan neraca maka surat berharga itu akan dilepas.
Advertisement
Baca Juga
"Ini tentunya secara bertahap dia akan lepas satu per satu. Memang mekanismenya bagaimana itu belum kita lihat dari The Fed. Memang kalau ada normalisasi penurunan besaran dari neraca The Fed artinya pemilikan daripada surat berharga yang salama ini dihimpun The Fed itu akan dilepas," kata di Gedung BI Jakarta, Kamis (20/4/2017).
Dampaknya, lanjut dia, normalisasi The Fed akan menyerap likuiditas. Artinya, akan mengurangi pasokan valuta asing.
"Logikanya adalah ada pengurangan likuiditas valas secara global tergantung berapa nanti yang dilepas. Memang statement Yellen (Gubernur The Fed) yang dilakukan di FOMC yang lalu itu akan dilakukan secara bertahap. Belum ada yang clear mengenai kapan waktunya, strateginya, apakah yang dilepas dulu US tresury atau mortgage backed securities itu masih belum di posisi yang clear," jelas dia.
Namun begitu, dia mengatakan, normalisasi ini akan memberikan dampak pada emerging market. "Dampak ke emerging likuiditas valas akan kembali terserap kepada sistem moneter AS. Itu yang akan kita lihat," ungkap dia.
Sebagaimana diketahui, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 18 dan 20 April 2017 memutuskan untuk menahan 7DRR di 4,75 persen. Kemudian suku bunga deposit facility 4 persen dan lending facility 5,5 persen. (Amd/Gdn)