Liputan6.com, Jakarta - Model penawaran investasi ke masyarakat semakin variatif. Namun, masyarakat diharapkan tetap berhati-hati supaya tidak terjerumus dalam investasi bodong, sehingga akhirnya merugi.
Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Kusumaningtuti S. Soetiono mengatakan, salah satu poin penting supaya tidak masuk dalam investasi bodong ialah imbal hasil. Dia mengatakan, masyarakat harus berhati-hati jika imbal hasil yang ditawarkan sudah tidak wajar.
Advertisement
Baca Juga
"Satu saja yang paling mudah diingat adalah begitu imbal hasilnya di atas rata-rata pasar yang ditawarkan, yang normal, itu harus hati-hati," kata dia di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Jumat (21/4/2017).
Kusumaningtuti bercerita, imbal hasil dari investasi saham merupakan imbal hasil pasar tertinggi saat ini. Dia menuturkan, masyarakat patut waspada jika imbal hasil yang ditawarkan di atas 25 persen setahun atau lebih tinggi dari saham. Jika ada yang menawarkan hal tersebut, maka bisa diindikasikan sebagai investasi bodong.
"Rata-rata misalnya berpedoman pada saham. Imbal hasil saham yang selama berapa tahun terakhir tidak ada yang di atas 25 persen selama setahun," ujarnya.
Kusumaningtuti menjelaskan, model investasi yang berkembang saat ini ialah penghimpunan dana masyarakat dengan iming-iming bunga atau imbal hasil tinggi. Penghimpunan ini dibuat sistem piramida, di mana imbal hasil bergantung pada partisipasi anggotanya. Model demikian, ujarnya, memiliki risiko yang besar pada investasi.
"Bentuknya kan penghimpunan dana masyarakat yang kemudian tidak jelas bagaimana menggenerasikan uangnya, karena itu kan sistem piramida. Jadi menggantungkan partisipasi dari peserta berikutnya. Sehingga akhirnya, walaupun menjanjikan imbal hasil yang tinggi sekali, kalau tidak ada peserta yg banyak jadi tersendat pembayaran bunganya. Kemudian tidak bisa memenuhi janjinya untuk mengembalikan pokoknya," ucap dia. (Amd/Gdn)