KPPU Sumatera Utara Telah Tangani 358 Perkara

KPPU Provinsi Sumatera Utara menempati peringkat kedua dalam penanganan kasus persaingan usaha di bawah Jakarta dan sekitarnya.

oleh Reza Efendi diperbarui 16 Jun 2017, 10:57 WIB
Diterbitkan 16 Jun 2017, 10:57 WIB
KPPU Provinsi Sumatera Utara menempati peringkat kedua dalam penanganan kasus persaingan usaha, di bawah Jakarta dan sekitarnya.
KPPU Provinsi Sumatera Utara menempati peringkat kedua dalam penanganan kasus persaingan usaha, di bawah Jakarta dan sekitarnya.

Liputan6.com, Medan - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Wilayah Provinsi Sumatera Utara menempati peringkat kedua dalam penanganan kasus persaingan usaha. Peringkat pertama diduduki oleh wilayah Jakarta dan sekitarnya atau Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).

Kepala Kantor Perwakilan Daerah KPPU Medan Abdul Hakim Pasaribu mengatakan, KPPU wilayah tersebut telah menangani 348 perkara dengan komposisi 245 perkara tender, 55 perkara non-tender, dan delapan perkara merger.

Untuk cakupan perkara di Sumatera Utara sendiri sejauh ini memiliki sebaran 31 perkara, sedangkan Jabodetabek mencapai 41 perkara. "Perkara yang ditangani tidak jauh berbeda dengan di wilayah kita jika dilihat secara nasional," kata Hakim di Medan, Kamis (15/6/2017).

Untuk di Sumatera Utara yang paling mencolok adalah kasus persekongkolan pengadaan barang dan jasa. Kasus ini mengenai tender bersumber dari APBN dan APBD kabupaten atau kota.

"Saat ini kami sedang fokus dengan sektor pangan dan logistik, karena Sumatera Utara termasuk biaya logistik paling mahal. Hal ini membuat daya saing industri di Sumut menurun," ujarnya.

Selanjutnya dalam periode 2017, perkara yang paling tinggi adalah soal pangan dan logistik. KPPU Medan telah melakukan pemeriksaan monopoli gas oleh Perusahaan Gas Negara (PGN). "Soal Angkasa Pura juga masih berjalan, di mana penimbunan kepabeanan juga berpengaruh pada biaya logistik," ucap Hakim.

Hingga 2017, KPPU sudah menerima 2.537 laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999. Sebanyak 1.278 di antaranya terkait tender. Hingga Mei 2017, jumlah piutang denda telah mencapai Rp 579 miliar dan telah dieksekusi sebesar Rp 302,8 miliar.

"Dana yang sudah dieksekusi itu diserahkan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak," Hakim memungkasi.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya