Menko Darmin: Mau Tidak Utang, RI Tidak Bangun Infrastruktur

Pemerintah, dapat mempertahankan rasio utang terhadap PDB dengan syarat minim membangun infrastruktur.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 10 Jul 2017, 19:07 WIB
Diterbitkan 10 Jul 2017, 19:07 WIB
Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution
Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution saat menjadi pembicara dalam acara Bincang Ekonomi di Liputan6.com di SCTV Tower, Jakarta, Kamis (2/3). (Liputan6.com/Fatkhur Rozaq)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah menegaskan jika utang digunakan untuk membangun infrastruktur dan menjalankan kegiatan produktif lainnya. Jumlah utang sebesar Rp 3.672,43 triliun per akhir Mei dengan rasio di bawah 30 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) diklaim lebih rendah dibanding negara lain.

Demikian disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution saat Rapat Kerja Asumsi Dasar Makro Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2017 bersama Komisi XI di Gedung DPR, Jakarta, Senin (10/7/2017).

"Di lihat dari rasio utang terhadap PDB, utang kita itu salah satu yang rendah di dunia. Tidak paling rendah tentunya," ucap Darmin.

Pemerintah, kata Darmin, dapat mempertahankan rasio utang terhadap PDB dengan syarat minim membangun infrastruktur. Itulah jalan satu-satunya supaya utang pemerintah tidak bertambah atau rasio utang naik.

"Kalau mau aman ya itu, tidak bangun banyak infrastruktur. Masalahnya itulah yang paling tertinggal di kita, yang kalau kita bangun lebih dari orang lain membangun, kita tidak akan pernah bisa mendekati mereka. Karena sudah terlalu jauh kita tertinggal dalam infrastruktur," tegasnya.

"Jadi sepanjang apa yang dilakukan pemerintah dalam melakukan ekspansi anggaran dan membangun infrastruktur, tidak melonjakkan rasio utang terhadap PDB terlalu besar, mestinya acceptable," tambah Darmin.

Untuk mengurangi utang, pemerintah sedang menggenjot penerimaan perpajakan dan menarik investasi sebanyak-banyaknya dari dalam dan luar negeri. Membangun infrastruktur dengan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha, dan keterlibatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam investasi pembangunan infrastruktur.

"Jadi melibatkan lebih banyak swasta di infrastruktur. Ada ruang perbaikan yang dilakukan walaupun perlu perubahan paradigma. Misalnya swasta masuk ke proyek Bandara Soekarno-Hatta, tetap punya kita 100 persen, dia bisa memberikan uang, ada bagi hasil, tapi alangkah susahnya meyakinkan yang mengurusi infrastruktur yang menangani ini," jelasnya.

"Jangan terlalu dianggap begini terus. Kita bisa mempengaruhi makin banyak keterlibatan dana swasta dalam pembangunan infrastruktur walaupun tidak otomatis dengan cepat," pungkasnya.

Tonton video menarik berikut ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya