Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mengajukan usulan penambahan utang hingga Rp 76,6 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2017. Meski berutang, pemerintah masih sanggup membayar utang dengan pengelolaan yang prudent atau hati-hati.
"Jangan dianggap itu (utang) naik begitu saja, tapi bisa juga berkurang. Jadi yang berkurang karena dibayar juga ada," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution di kantornya, Jakarta, Jumat (7/7/2017).
Asal tahu saja, posisi utang pemerintah mencapai Rp 3.672,43 triliun per akhir Mei 2017. Utang itu naik sekitar Rp 5 triliun dari posisi April 2017 sekitar Rp 3.667,41 triliun.
Advertisement
Baca Juga
Sementara di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2017, pemerintah mengajukan usulan tambahan pembiayaan utang pada kisaran Rp 42,3 triliun-Rp 76,6 triliun.
Pemerintah juga mengusulkan pembayaran bunga utang di RAPBN-P 2017 maupun outlook berkisar Rp 218,6 triliun-Rp 219,2 triliun. Jumlah ini turun dari target APBN Induk yang dipatok sebesar Rp 221,2 triliun.
Darmin menambahkan, pemerintah menambah utang dengan tujuan agar defisit fiskal tidak melampaui yang diperkirakan. Pembiayaan utang akan dipenuhi dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).
Untuk diketahui, proyeksi pemerintah terhadap defisit anggaran tahun ini sekitar 2,67 persen-2,92 persen terhadap PDB di RAPBN-P 2017. Sedangkan batas toleransi defisit fiskal sesuai Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara sebesar 3 persen dari PDB.
"Itu (utang) untuk menjaga supaya defisit tidak melampaui yang diperkirakan. Kita tidak ingin memangkas belanja untuk menjaga supaya APBN tidak kontraktif, tapi ekspansif," jelas Darmin.
Ia memastikan, utang pemerintah digunakan untuk kegiatan atau belanja bersifat produktif. "Iya, untuk menaikkan belanja-belanja yang sifatnya produktif," kata Darmin.
Sebelumnya, Sri Mulyani mengungkapkan langkah Kementerian Keuangan melakukan pengelolaan utang pemerintah. "Saat ini rasio utang pemerintah terhadap PDB masih di bawah 30 persen dan defisit APBN pada kisaran 2,5 persen. Angka ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan negara G20 lainnya," tulis Sri Mulyani.
Ia menambahkan, dengan defisit di kisaran 2,5 persen dari PDB, ekonomi Indonesia mampu bertumbuh di atas 5 persen. Artinya stimulus fiskal mampu meningkatkan perekonomian, sehingga utang tersebut menghasilkan kegiatan produktif.
"Dengan kata lain, Indonesia tetap mengelola utang secara prudent (hati-hati)," Sri Mulyani menegaskan.
Â
Â
Â
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:
Â
Â
Â