RI-Singapura Teken Perjanjian Akses Informasi Keuangan pada Juli

Pemerintah memperkirakan dana warga negara Indonesia (WNI) mencapai Rp 600 triliun di Singapura.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 11 Jul 2017, 12:48 WIB
Diterbitkan 11 Jul 2017, 12:48 WIB
20170208-Mandiri Investment Forum-Jakarta
Pemerintah memperkirakan dana warga negara Indonesia (WNI) mencapai Rp 600 triliun di Singapura.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyatakan, Singapura siap untuk mematuhi standar internasional terkait pertukaran informasi keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) dalam rangka mencegah praktik penghindaran pajak.

Rencananya perjanjian bilateral (Bilateral Competent Authority Agreement/BCAA), termasuk di dalamnya mengenai masalah penerapan sistem teknologi informasi (IT) dengan Singapura, akan diteken Juli ini.

"Dalam pertemuan G20, Hong Kong, Switzerland, serta Singapura khusus meminta bertemu dan menjelaskan, bahwa mereka mengikuti standar internasional, bahkan siap menerima Kementerian Keuangan (Kemenkeu)," kata Sri Mulyani seperti dikutip di laman Setkab.go.id, Jakarta, Selasa (11/7/2017).

Singapura, Hong Kong, dan Switzerland, diakuinya sebagai negara yang banyak menampung rekening milik Warga Negara Indonesia (WNI). Sri Mulyani bahkan memperkirakan, saat ini ada dana milik WNI yang disimpan di luar negeri sebanyak 1.000 triliun.

"Dana milik WNI di luar negeri Rp 1.000 triliun, di mana hampir 60 persen dari dana tersebut berada di Singapura," Sri Mulyani menegaskan.

Jika dihitung, 60 persen dari Rp 1.000 triliun, berarti ada Rp 600 triliun dana WNI yang diparkir di Singapura.

Sri Mulyani mengaku lega karena Singapura sudah menyatakan siap mengikuti ketentuan internasional terkait penghindaran pajak. Pemerintah Singapura pun menyampaikan bahwa siap untuk melakukan perjanjian bilateral, setelah sebelumnya masuk dalam perjanjian multilateral AEoI.

Untuk diketahui, Singapura telah menandatangani Multilateral Competent Authority Agreement (MCAA) terkait AEoI di Belanda pada 21 Juni 2017. "Jadi ini suatu hal yang positif dan saya akan mem-follow up supaya bisa mendapatkan manfaat semua itu," ucap Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasteadi mengatakan Indonesia dan Singapura akan segera menyamakan sistem IT yang akan digunakan kedua belah pihak untuk menerapkan AEoI. Format dari sistem IT tersebut mengikuti standar yang ditentukan OECD.

"Masih ada perjanjian IT saja, cocok-cocokkan. Tidak ada yang lain. Yang menentukan kan OECD. Mudah-mudahan perjanjian ini bisa ditandatangan bulan ini," jelas Ken.

Sebelumnya, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, akan terus melakukan pendekatan dengan pemerintah Singapura untuk menerapkan AEoI bersama Indonesia. Pasalnya, ada klausul atau ketentuan yang harus dipenuhi Indonesia.

Dia menuturkan, ada lebih dari 68 negara di dunia sudah melaksanakan multilateral agreement untuk AEoI. Dengan perjanjian tersebut, Indonesia tidak perlu lagi melakukan bilateral agreement, karena secara otomatis akan mengikat negara-negara yang ikut multilateral agreement.

"Tapi Singapura misalnya, mereka tandatangan multilateral agreement, tapi Indonesia tidak otomatis ikut. Jadi kita akan melakukan pendekatan dengan Singapura untuk tandatangan bilateral agreement," tegasnya.

Setelah Hong Kong, kini giliran Swiss yang melakukan penandatanganan Join Declaration AEoI dengan Indonesia. Langkah ini diyakini Sri Mulyani akan diikuti oleh Singapura. Namun soal klausul dari Singapura, ia tidak mengatakannya.

"Saya yakin karena Swiss dan Hong Kong, negara financial center komit (AEoI), pasti mereka (Singapura) tidak akan menyampaikan tidak bisa ikut komit juga. Ini level playing field, jangan sampai ada financial center yang tidak ikut," kata Sri Mulyani.

 

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya