Pengusaha Ingin Proyek Rp 100 M Bisa Digarap Kontraktor Lokal

Sebelumnya, perusahaan BUMN dilarang menggarap proyek konstruksi pemerintah di bawah Rp 50 miliar.

oleh Nurmayanti diperbarui 03 Agu 2017, 11:48 WIB
Diterbitkan 03 Agu 2017, 11:48 WIB
Pengusaha Ingin Proyek Rp 100 M Bisa Digarap Kontraktor Lokal.
Pengusaha Ingin Proyek Rp 100 M Bisa Digarap Kontraktor Lokal.

Liputan6.com, Jakarta Badan Pengurus Pusat Gabungan Pelaksana Konstruksi Indonesia (BPP Gapensi) tengah memperjuangkan agar proyek pemerintah di bawah Rp 100 miliar tidak lagi digarap Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebelumnya, batas nilai proyek pemerintah yang tidak boleh digarap perusahaan negara atau perusahaan besar adalah kurang dari Rp 50 miliar.

“Kalau dulu hanya Rp 50 miliar, sekarang kita diskusikan dengan pemerintah sebesar Rp 100 miliar ke bawah,” ujar Sekjen BPP Gapensi Andi Rukman Karumpa di Jakarta, Kamis (3/8/2017).

Andi mengatakan, penerapan aturan menteri tentang pelarangan pelaksanaan proyek di bawah Rp 50 miliar oleh BUMN sukses mendorong kapasitas pelaku usaha kontraktor lokal. Dengan dasar ini, sudah saatnya pelaku usaha lokal diberi kepercayaan lagi lebih besar untuk menggarap proyek-proyek menengah bahkan besar.

Andi menambahkan, peningkatan ini merupakan bagian dari upaya asosiasi dan pemerintah dalam membina dan memperbesar pelaku-pelaku usaha kecil menengah (UKM) kontraktor di daerah.

Capacity building mereka meningkat dan daya saing mereka pelaku UKM konstruksi ini harus terus kita perkuat, agar mereka mampu bersaing dengan yang besar-besar bahkan dari luar negeri di pasar bebas Asean ini,” papar Andi.

Sebelumnya, perusahaan BUMN dilarang menggarap proyek konstruksi pemerintah di bawah Rp 50 miliar. Tujuannya untuk membuka kesempatan kepada pengusaha daerah untuk menjadi pelaku usaha di daerahnya sendiri. Selain itu, kesepakatan antara Kementerian PUPR dan Kementerian BUMN ini ditujukan mempercepat pembangunan infrastruktur dan konektifitas daerah.

Meski demikian, Andi mengakui pangsa pasar konstruksi nasional masih dikuasai oleh segelintir perusahaan besar. “Yang besar-besar tidak banyak tapi dia kuasai 87 persen pangsa pasar. Sedangkan kontraktor lokal dan kecil-kecil hanya 6 persen,” ujar Andi.

Sebab itu, guna memperkecil kesenjangan pasar tersebut, kemitraan antara kontraktor kecil dan menengah dengan pengusaha besar harus ditingkatkan, selain membatasi nilai proyek bagi usaha besar dan BUMN.

“Kesenjangan ini harus segera diperpendek dengan regulasi sesuai dengan Nawacita. Tujuannya, untuk meningkatkan kemitraan antara kecil, menengah berupa kesempatan join operation dengan penyedia jasa kualifikasi dengan yang besar,” pungkas Andi.

Upaya mempercepat pembangunan infrastruktur dan konektivitas daerah, pemerintah saat ini membutuhkan dana sebesar Rp 5.500 triliun. Namun pemerintah meminta peran aktif sektor swasta dalam pembangunan tersebut sebab pemerintah hanya sanggup menyediakan sebesar 20 persen.

”Melihat perkembangan yang cukup positif dari kemampuan pelaku-pelaku konstruksi daerah, maka porsi kepercayaan pemerintah kita usulkan ditingkatkan,” ujar Andi.

Pada 2017, pemerintah mengalokasikan total belanja infrastruktur  secara nasional sebesar Rp 387 triliun dan sebesar Rp 101,4 triliun  dikelola oleh Kementerian PUPR. Kementerian PUPR melakukan pelelangan dini sejak tahun lalu dan hasilnya hingga Januari 2017 sebanyak 2.768 paket telah terkontrak dengan nilai Rp 41,4 triliun.

Tonton video menarik berikut ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya