Menteri Bambang Geram RI Tak Berdaya Pajaki Google Cs

Badan Pusat Statistik (BPS) harus memperbaiki mekanisme pengumpulan data dengan menangkap transaksi perdagangan online.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 04 Agu 2017, 21:27 WIB
Diterbitkan 04 Agu 2017, 21:27 WIB
Google
Kantor pusat Google di Mountain View. Liputan6.com/Jeko Iqbal Reza

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro sempat kesal dengan toko-toko online dan perusahaan teknologi internet asing yang mencetak pendapatan di Indonesia, namun mangkir dari kewajiban membayar pajak. Sayangnya, pemerintah pun tak berdaya menagih pajak mereka karena masalah Bentuk Usaha Tetap (BUT).

"Terus terang saya gemas, karena kita tidak berdaya terhadap transaksi online," ucap Bambang di kantornya, Jakarta, Jumat (4/8/2017).

Bambang mencontohkan, uang Indonesia terus mengalir ke toko-toko online asing, semisal Amazone.com, namun siapa yang menagih pajak belum ada kejelasan, apakah pemerintah Amerika Serikat (AS) atau pemerintah Indonesia.

"Google, Youtube, memasang iklan di Indonesia semua, tapi kita tidak dapat pajaknya sama sekali. Mana Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen? Termasuk Instagram dipakai untuk promosi, tapi tidak ada transaksinya. Ini berimbas ke statistik. Jadi saya punya keyakinan, statistik kita belum bisa meng-cover online secara penuh," tuturnya.

Menurut Bambang, pemerintah mendukung toko-toko online berkembang, apalagi inovasi dari para pengusaha muda Indonesia yang sukses mengangkat start-up di sektor perdagangan online. Akan tetapi, alangkah baiknya apabila transaksi pada toko-toko online tersebut dicatatkan sesuai prinsip keseimbangan dalam persaingan dan membayar pajak.

"Kita bukan mau menertibkan online dan memajakinya, tapi kita bawa dulu semuanya pada level of playing field yang sama. Pendataan itu jadi sangat penting, jadi harus ada penegasan mengenai posisi online," ujarnya.

Oleh karena itu, Bambang akan meminta kepada Badan Pusat Statistik (BPS) memperbaiki mekanisme pengumpulan data dengan menangkap transaksi perdagangan online dalam perhitungan konsumsi rumah tangga maupun Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

"Data kan harus dari BPS, jadi nanti kita minta ke BPS untuk mengumpulkan data transaksi online di PDB dan konsumsi. Kita bisa mengeksplorasi peningkatan transaksi online, termasuk perusahaan ekspedisi, meningkat seperti apa. Itu bisa menjadi gambaran tingginya transaksi online, kalau sekarang kan masih terbatas," Bambang menerangkan.


Tonton Video Menarik Berikut Ini:

Tag Terkait

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya