Liputan6.com, Jakarta Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai penggunaan transaksi nontunai alias dengan uang elektronik tidak akan mampu mengurangi kemacetan di tol. Alasannya, volume kendaraan di jalan bebas hambatan sudah terlampau parah sehingga sulit diurai.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, mengaku sudah banyak menerima laporan atau pengaduan mengenai kemacetan di tol akibat penerapan transaksi nontunai maupun Gerbang Tol Otomatis (GTO).
"Sudah banyak (pengaduan), karena ternyata Jasa Marga salah menginformasikan atau mengiklankan soal efektivitas GTO. Dipromosikan cara ini akan mengatasi kemacetan, padahal tidak. Itu karena volume atau trafik kendaraan sudah jauh lebih parah dibanding masalah antrean di loket pembayaran," kata Tulus di kantornya, Jakarta, Jumat (22/9/2017).
Advertisement
Dia berpendapat, mekanisme pembayaran tol di Indonesia saat ini tertinggal jauh dibanding Malaysia. Padahal negeri jiran itu pernah belajar dari Indonesia mengenai proyek-proyek jalan tol. Namun kini, Malaysia sudah mengungguli Indonesia dalam hal pembayaran tol nontunai.
"Malaysia dulu belajar tol sama kita, dan mereka sudah lama menggunakan e-Toll. Sedangkan kita baru saat ini, sehingga sudah sangat tertinggal karena trafik sudah sangat crowded. Jadi e-Toll ini tidak efektif untuk atasi kemacetan, jadi jangan mimpi bisa kurangi kemacetan," tegas Tulus.
"Wong sebelum masuk dan keluar pun sudah macet. Jadi sebenarnya tidak ada nilai lebihnya menggunakan e-Toll kalau bicara fungsi riil-nya," ucapnya.
Oleh karena itu, Tulus mengatakan, konsumen jangan lagi dibebankan dengan biaya isi ulang uang elektronik. "Karena tidak ada nilai tambahnya, ngapain dikenakan biaya. Saking crowded-nya, kecepatan rata-rata kilometer kendaraan di tol turun terus, jadi e-Toll tidak banyak bermanfaat dan hanya menguntungkan operator karena tidak lagi perlu cari uang receh kembalian," tandasnya.