Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati melayangkan surat ke Menteri ‎Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan. Surat tersebut berisi kekhawatiran tentang kegagalan PT PLN (Persero) ‎membayar utang yang berisiko pada keuangan negara.
Menanggapi hal ini, Rini menganggap apa yang dilakukan Sri Mulyani wajar untuk mengingatkan PLN supaya menjaga rasio utangnya. Bahkan, Rini menyebut, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu terlampau khawatir.
"Semua orang tanya ke saya soal surat PLN. Itu wajar saja sebagai Menkeu mengingatkan kita tolong jagain debt equity ratio. Tapi dia (Sri Mulyani) lebih khawatir dibanding saya," kata Rini saat berbincang dengan wartawan di Hotel Shangrila, Jakarta, Kamis (28/9/2017).
Advertisement
Baca Juga
Sebagai Menteri BUMN, dia mengaku terus mengingatkan PLN untuk menjaga rasio utang perusahaan tetap sehat. "Ini yang memang selama tiga tahun kita di BUMN menekankan itu terus kepada direksi, bahwa itu harus dijaga. Harus selalu ada worst position, kalau tidak begini, harus begitu, dan lainnya," jelasnya.
Sri Mulyani juga mengingatkan supaya PLN mencari sumber pendanaan yang benar dengan nilai dan tingkat bunga yang masuk akal. Mengelola risiko utang secara baik, agar ke depan tidak mengganggu keuangan perusahaan.
"Sah-sah saja Menkeu ingatkan kita untuk mencari financing yang benar, harga reasonable. Kayak sekuritisasi dari Rp 4 triliun yang ditawarkan, yang mau beli sampai lebih dari Rp 10 triliun, bunga 8,05 persen ditambah fee rata-rata 8,25 persen. Ini cukup bagus," tuturnya.
"Ini yang harus dijaga risk fund-nya dengan baik dan bertanggung jawab. Paling utama soal jangka waktunya, ada yang 3 tahun, 5 tahun, 10 tahun, dan rate reasonable, masuk pasar saat harga baik. Jadi sebagai Menkeu memang harusnya mengingatkan kita," tandas Rini.
Â
Â
Surat Sri Mulyani untuk 2 Menteri
Menteri Keuangan Sri Mulyani melayangkan surat ke Menteri ‎Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan. Surat tersebut berisi kekhawatiran tentang kegagalan PT PLN (Persero) ‎membayar utang yang berisiko pada keuangan negara.
Seperti yang dikutip dari surat Menteri Keuangan bernomor‎ S-781/MK.08/2017, soal Perkembangan Risiko Keuangan Negara atas Penugasan Infrastruktur Ketenagalistrikan, Rabu 27 September 2017, Sri Mulyani menyampaikan lima poin penting yang harus diperhatikan Menteri Rini dan Menteri Jonan.
Pertama mengenai kinerja PLN ditinjau dari sisi keuangan terus mengalami penurunan, seiring dengan semakin besarnya kewajiban korporasi untuk memenuhi pembayaran pokok dan bunga pinjaman yang‎ tidak didukung dengan pertumbuhan kas bersih operasi.
Hal ini menyebabkan dalam tiga tahun terakhir Kementerian Keuangan harus mengajukan permintaan walver pada lender PLN, sebagai dampak terlanggarnya kewajiban pemenuhan covenant PLN dalam perjanjian pinjaman, untuk menghindari cross default atas pinjaman PLN yang mendapatkan jaminan pemerintah.
Kedua, terbatasnya internal fund PLN untuk melakukan investasi, dalam melaksanakan penugasan pemerintah berdampak pada ketergantungan PLN dari pinjaman, baik melalui pinjaman kredit investasi perbankan, penerbitan obligasi, maupun pinjaman dari lembaga keuangan Internasional.
Ketiga, berdasarkan profil jatuh tempo pinjaman PLN, kewajiban pembayaran pokok dan bunga pinjaman PLN diproyeksikan akan terus meningkat dalam beberapa tahun mendatang.
Sementara itu, pertumbuhan penjualan listrik tidak sesuai dengan target, adanya kewajiban pemerintah untuk meniadakan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) dapat berpotensi meningkatkan risiko gagal bayar PLN.
Keempat, Sri Mulyani mengungkapkan, dengan mempertimbangkan bahwa sumber penerimaan utama PLN berasal dari TTL yang dibayarkan oleh pelangan dan subsidi listrik dari pemerintah, kebijakan peniadaan kenaikan TTL perlu didukung dengan adanya regulasi yang mendorong penurunan harga biaya produksi listrik.
"Selain itu, kami mengharapkan saudara dapat mendorong PLN untk melakukan efisiensi biaya operasi, terutama energi primer guna mengantisipasi peningkatan risiko gagal bayar di tahun-tahun mendatang," lanjut Sri Mulyani dalam poin keempat surat tersebut.
Kelima, terkait dengan penugasan program 35 GW, Sri Mulyani berpendapat, perlu dilakukan penyesuaian terkait target investasi PLN dengan mempertimbangkan ketidakmampuan PLN dalam memenuhi pendanaan investasi cashflow operasi, tingginya outlook debt maturity profile, serta kebijakan pemerintah terkait tarif, subsidi listrik, dan Penyertaan Modal Negara (PMN).
"Hal ini diperlukan untuk menjaga sustainabilitas fiskal APBN dan kondisi keuangan PLN yang merupakan sumber risiko fiskal pemerintah," tutup Sri Mulyani.
Advertisement