BI: Kebutuhan Kartu Uang Elektronik Bakal Capai 3 Juta

Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, saat ini jumlah kartu e-money yang beredar di masyarakat sekitar 1,5 juta kartu.

oleh Septian Deny diperbarui 06 Okt 2017, 20:55 WIB
Diterbitkan 06 Okt 2017, 20:55 WIB
ilustrasi uang elektronik
ilustrasi uang elektronik

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) memperkirakan jumlah kebutuhan kartu uang elektronik (e-money) akan mencapai 3 juta kartu. Hal ini seiring dengan diberlakukannya sistem pembayaran nontunai di seluruh gerbang tol di Indonesia mulai 31 Oktober 2017.

Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, saat ini jumlah kartu e-money yang beredar di masyarakat sekitar 1,5 juta kartu. Dan angka tersebut diperkirakan akan meningkat dua kali lipat saat seluruh gerbang tol telah menerapkan sistem nontunai.

"Kami ikuti laporan terakhir itu sudah ada 1,5 juta kartu yang terdistribusi dan kebutuhan kartu itu nanti akan ada di kisaran 3 juta kartu," ujar dia di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (6/10/2017).

Terkait dengan layanan isi ulang (top up), Agus menyatakan, pihaknya terus mendorong perbankan untuk mempermudah layanan ini. Nantinya semua perbankan diharapkan bisa memberikan layanan top up mobile banking-nya.

"Kami sudah dapat laporan bahwa sudah ada bank yang bisa menyediakan fasilitas pengisian atau top up uang elektronik itu melalui banking online, ya jadi beli di handphone-nya. Dan ini dalam waktu dekat akan diikuti oleh bank-bank yang lain sehingga hal ini akan menjawab kebutuhan kebutuhan dari para pengguna jalan tol," jelas dia.

Sementara itu, Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara meminta seluruh bank yang terlibat dalam sistem pembayaran ini untuk secara intensif melakukan sosialisasi terkait top up uang elektronik. Perbankan harus menjelaskan secara detail soal biaya, risiko, dan manfaat dari kartu e-money tersebut.

"Kami akan mendorong sosialisasi mengenai top up ini harus jelas, sesuai dengan asas transparansi di dalam perlindungan konsumen. Jadi sosialisasi mengenai top up ini harus lebih agresif atau lebih masif lagi, bahwa perbankan juga harus menjelaskan tentang risiko, tentang biaya kalau ada biayanya, manfaatnya sudah tentu akan dijelaskan. Ini harus dijelaskan secara transparan. Jadi, harus jelas," ujar Tirta.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

BI: Semakin Banyak Pengguna E-Money, Bank Bakal Untung

Bank Indonesia (BI) mengakui, saat ini perbankan masih belum untung dari penjualan uang elektronik (e-money). Namun, hal ini tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak mendukung upaya Grakan Nasional Non Tunai (GNNT).

Kepala Pusat Program Transformasi Bank Indonesia (PPTBI) Onny Widjanarko mengungkapkan, saat ini jumlah masyarakat yang menggunakan e-money masih kecil. Hal inilah yang menjadikan biaya pemeliharaan uang elektronik tersebut cukup besar.

"Kalau volumenya dan saldonya kecil biayanya besar, tapi nanti semakin tumbuh, semakin banyak pengguna e-money, ada titik di mana ini akan berbalik untung," kata Onny di Gedung Bank Indonesia, Selasa, 19 September 2017.

Oleh karena itu, saat ini Bank Indonesia meninjau ulang terkait tarif mengenai pengelolaan e-money tersebut. Diharapkan, dengan adanya rencana aturan yang memungkinkan perbankan bisa mengenakan biaya top up e-money, dapat sedikit memberi insentif.

Pengenaan biaya top up uang elektronik ini juga bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan inovasi bagi perbankan yang selama ini menerbitkan e-money.

"Jika nantinya pengguna e-money ini sudah banyak, dan bank sudah untung, maka sama juga, kita kembali akan melakukan peninjauan tarif lagi, karena pasti sudah efisien," tambah Onny.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya