Terjepit Sanksi Ekonomi, Warga Korut Terpaksa Makan Daging Buatan

Penduduk dari negara pimpinan Kim Jong-un ini harus memutar otak agar mampu menyambung hidupnya.

oleh Vina A Muliana diperbarui 15 Nov 2017, 21:01 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2017, 21:01 WIB
Kim Jong Un saat Kunjungi Perkebunan Buah
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-Un terlihat puas saat melihat apel-apel yang siap panen saat mengunjungi sebuah perkebunan di Kwail County, provinsi Hwanghae Selatan pada foto yang dirilis Kamis (21/9). (STR / KCNA VIS KNS / AFP)

Liputan6.com, Seoul - Sanksi ekonomi yang terus mengimpit Korea Utara (Korut) membuat warganya harus memutar otak untuk bisa bertahan hidup. Penduduk dari negara pimpinan Kim Jong-un ini pun akhirnya harus menyambung hidup dengan mengonsumsi daging buatan.

Dinamakan injogogi, makanan ini dibuat dengan mengggunakan ampas minyak kedelai yang ditindih dan kemudian digulung dalam bentuk pasta. Setelahnya, injogogi dihidangkan dengan menggunakan nasi dan saus sambal.

Seperti diwartakan Voanews, Rabu (15/11/2017), injogogi ini dijual di pasar-pasar "kaget" yang ada di Korea Utara. Seorang pembelot dari Korut mengatakan ada ratusan pasar seperti ini sebagai bagian dari "ekonomi barter".

Kehadiran pasar dan makanan buatan ini telah membantu warga Korut bisa bertahan dari sanksi ekonomi dan isolasi dari masyarakat internasional.

"Dahulu kala, orang Korut makan injogogi sebagai makanan pengganti daging. Tapi sekarang mereka memakannya karena sulit mencari makanan jenis lain," ungkap seorang pembelot Korut, Cho Ui-sung.

Survei pada 2015 yang meneliti 1.017 pembelot dari Korea Utara mengungkap, hanya 23,5 persen penduduk negara itu yang menggantungkan kebutuhan makanan dari subsidi pemerintah. Sementara 61 persen di antaranya memilih mendapatkan makanan dari pasar informal. Sisanya, 15,5 persen bergantung pada makanan yang mereka tanam sendiri.

Dalam laporan yang dirilis pada Agustus lalu oleh Daily NK, terdapat 287 pasar formal di Korea Selatan dan ratusan pasar kaget. Lebih dari lima juta orang sangat bergantung dengan kehadiran pasar ini.

Meski begitu, fakta ini justru dibantah oleh pemerintah Korea Utara. Rezim Kim Jong-un mengatakan 70 persen dari warga Korut masih bergantung dengan subsidi pangan yang diberikannya.

Kebergantungan yang tinggi oleh warga Korea Utara akan makanan buatan dan pasar informal ini membuat data pangan di negara tersebut sangat sulit dihitung. Kebiasaan untuk mendapatkan makanan dari jalur tak resmi ini sudah menjadi hal biasa bagi warga Korut sejak kejatuhan Uni Soviet pada 1991.

Berani Bunuh Kim Jong-un? Wanita Korut Ini Siap Bayar Mahal

Aksi berani dilakukan oleh seorang pembelot asal Korea Utara bernama Dr Lee Aeran. Rasa bencinya yang luar biasa besar terhadap diktator Korea Utara, Kim Jong-un, membuatnya nekat menggalang dana yang nantinya digunakan sebagai hadiah bagi orang yang bisa membunuh Kim Jong-un.

Wanita yang kini tinggal di Korea Selatan ini kabur dari Korea Utara pada 1997. Ia berhasil keluar dari kamp tahanan politik dan melewati jalanan berbahaya.

Di Korea Selatan, ia bekerja sebagai pengusaha restoran. Di restoran miliknya itulah ia mencoba mencoba mengumpulkan sumbangan dari para pelanggan. Dia berharap donasi itu akan memotivasi seseorang di lingkaran dalam sang diktator untuk membunuh dia.

"Selama Kim Jong-un masih hidup, kedamaian dunia sulit diperoleh," dilansir dari mirror.co.uk.

Uang yang didapat dari donasi itu pun jumlahnya cukup fantastis. Sejauh ini, jumlahnya mencapai 3,3 juta won atau sekitar Rp 40 juta.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya