Liputan6.com, Seoul - Aksi berani dilakukan oleh seorang pembelot asal Korea Utara bernama Dr Lee Aeran. Rasa bencinya yang luar biasa besar terhadap diktator Korea Utara, Kim Jong-un, membuatnya nekat menggalang dana yang nantinya digunakan sebagai hadiah bagi orang yang bisa membunuh Kim Jong-un.
Wanita yang kini tinggal di Korea Selatan ini kabur dari Korea Utara pada 1997. Ia berhasil keluar dari kamp tahanan politik dan melewati jalanan berbahaya.
Advertisement
Baca Juga
Di Korea Selatan, ia bekerja sebagai pengusaha restoran. Di restoran miliknya itulah ia mencoba mencoba mengumpulkan sumbangan dari para pelanggan. Dia berharap donasi itu akan memotivasi seseorang di lingkaran dalam sang diktator untuk membunuh dia.
"Selama Kim Jong-un masih hidup, kedamaian dunia sulit diperoleh," dilansir dari mirror.co.uk, Selasa (14/11/2017).
Uang yang didapat dari donasi itu pun jumlahnya cukup fantastis. Sejauh ini jumlahnya mencapai 3,3 juta won atau sekitar Rp 40 juta.
Lee mengaku, ide ini muncul sejak 2014. Akan tetapi, ini belum benar-benar bisa diwujudkan hingga kasus Otto Wambier menyeruak. Otto merupakan mahasiswa AS yang pernah dipenjara di Korea Utara, meninggal dunia pada Juni lalu.
Simak video pilihan di bawah ini:
Diboikot
Meski mampu meraup donasi dalam jumlah banyak, tak sedikit orang yang tidak setuju dengan kampanye yang ia lakukan. Bahkan, beberapa pelanggan setia memilih untuk memboikotnya.
Akan tetapi, Lee tidak peduli. Ia tetap melakukan kampanye yang diusungnya. Selain mampu menjalani sebuah restoran, Lee juga merupakan pembelot Korea Utara pertama yang sukses meraih gelar doktor.
Setelah sukses dengan restorannya, Lee tak lupa dengan rekan-rekan sebangsanya. Salah satunya adalah mempekerjakan para perempuan Korut di restoran itu.
Lee juga mengajar bahasa Inggris bagi para pengungsi Korea Utara untuk membantu mereka berintegrasi dan mempelajari ulang sejarah setelah seumur hidup mereka hanya mengetahui propaganda pemerintah.
Advertisement
CIA Bakal Bungkam
Sementara itu, Direktur CIA, Mike Pompeo memastikan institusinya akan bungkam jika pada suatu hari nanti terdengar kabar pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, hilang atau tewas.
Kepada pejabat keamanan di sebuah konferensi di Washington, Pompeo mengatakan, badan intelijen itu tak akan berbicara apa pun jika sesuatu terjadi terhadap Kim Jong-un.
"Dengan segala hormat, jika Kim Jong-un harus raib, mengingat sejarah CIA, saya tidak akan mengeluarkan pernyataan sedikit pun," kata Pompeo di forum Foundation for Defence of Democracies, seperti dikutip dari Independent, beberapa waktu lalu.
"Seseorang mungkin akan berpikir itu suatu kebetulan, tapi Anda tahu, memang ada kecelakaan, tapi itu seluruhnya benar," katanya.
Pernyataan Pompeo itu dilaporkan pertama kali oleh South China Morning Post. Pompeo merujuk sejarah badan intelijen AS terkait dengan plot penggulingan pemerintah sah, termasuk Iran, Kongo, dan Chile. Pernyataan itu datang beberapa minggu setelah Korea Utara mengklaim CIA mencoba membunuh Kim dengan bantuan badan intelijen Seoul.
Sejauh ini, tak ada bukti yang mednukung klaim Pyongyang. Tak hanya soal rencana "bungkam" jika Jong-un tewas, Pompeo memperingatkan bahwa Korea Utara dalam beberapa bulan ke depan mampu menyempurnakan kemampuan nuklirnya dan mengatakan Donald Trump siap menggunakan kekuatan militer melawan negara itu jika perlu.
"Mereka cukup dekat sekarang dalam kemampuan mereka bahwa dari perspektif kebijakan AS kita harus bersikap seolah-olah kita berada di titik puncak mereka mencapai tujuan mereka untuk dapat menyerang AS," katanya.
Akan tetapi, Pompeo bersikeras, ada perbedaan antara memiliki kemampuan untuk menembakkan satu rudal nuklir dan kemampuan untuk mengembangkan persenjataan senjata semacam itu.
Berbicara pada acara yang sama, Penasihat Keamanan Nasional AS HR McMaster mengatakan, "Kami dalam perlombaan untuk menyelesaikan tindakan militer yang singkat ini." Dia menambahkan, "Kami memang tidak telat, tapi kami kehabisan waktu..."