Pengamat: Ada Holding, Pemerintah Masih Kuasai BUMN Tambang

Pengamat menilai, ada holding dapat memupuk modal lebih besar sehingga dapat berkontribusi bagi penerimaan negara.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 20 Nov 2017, 09:45 WIB
Diterbitkan 20 Nov 2017, 09:45 WIB
Pertambangan
Ilustrasi Foto Pertambangan (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Lahirnya holding tambang tinggal menunggu waktu. Sayangnya, banyak pihak yang khawatir akan hilangnya status 'Persero' di beberapa perusahaan tambang BUMN.

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengatakan, sebenarnya tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan mengenai pembentukan holding tambang tersebut.

Meski perusahaan tambang seperti PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Timah (Persero) Tbk dan PT Bukit Asam (Persero) Tbk akan menjadi anak usaha dari PT Inalum (Persero), namun negara tetap menjadi pemegang kendali penuh atas semua perusahaan itu.

"Terkait adanya pihak-pihak yang meragukan bahwa negara akan kehilangan kontrol akibat berubahnya status Persero di anak usaha holding sesungguhnya kurang beralasan, karena status perusahaan holding PT Inalum masih berstatus persero masih sahamnya 100 persen milik negara," kata dia kepada wartawan, Senin (20/11/2017).

Sebagai pengendalinya, Yusri menyebutkan sudah ada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 yaitu tentang perubahan atas peraturan pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang tata cara penyertaan dan penatausahaan modal negara pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Perseroan Terbatas.

Sepanjang PP tersebut tidak bertentangan dengan UU nomor 19 tahun 2003, BUMN Nomor 19 tahun 2003, UU Nomor 40 tahun 2007, UU tentang Perseroan Terbatas serta UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Keuangan Negara.

"Karena tidak ada jaminan juga bahwa dengan adanya kontrol DPR setiap privatisasi BUMN bebas dari potensi korupsi," tegas dia.

Dia menuturkan, ada holding ini bisa memupuk modal usaha lebih besar dan diharapkan dapat menjalankan misi Pemerintah untuk berkontribusi besar bagi penerimaan negara dan ujungnya bermanfaat bagi masyarakat luas atas kehadiran BUMN.

"Bukan menjadi biang masalah akibat salah kelola oleh orang yang tidak mempunyai kompentensi dan integritas serta berpikir dengan penuh inovatif dan kreatif, contohnya bisa diharapkan mengakuisisi saham PT Freeport Indonesia sebanyak 51 persen," ujar dia. (Yas)

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

3 Emiten Tambang BUMN Bakal Jadi Anak Usaha

Sebelumnya Pemerintah menargetkan pembentukan holding tambang selesai pada akhir 2017. Oleh karena itu, perusahaan tambang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tercatat di pasar saham bersiap untuk melakukan perubahan anggaran dasar terkait perubahan status perseroan.

Hal ini ditunjukkan dari agenda Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) tiga emiten tambang BUMN yaitu PT Timah Tbk (TINS), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).

Mengutip keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI), tiga emiten BUMN tambang menggelar RUPSLB pada 29 November 2017. Memang waktu RUPSLB tersebut berbeda. Namun salah satu agendanya ada yang sama yaitu persetujuan perubahan anggaran dasar Perseroan. RUPSLB tersebut akan diadakan di hotel Borobudur.

Agenda tersebut akibat terjadinya perubahan kepemilikan saham di Perseroan sehubungan dengan Peraturan Pemerintah mengenai penambahan penyertaan modal Negara Republik Indonesia ke dalam modal saham perusahaan Perseroan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) yang mengakibatkan berubahnya status perseroan dari persero menjadi bukan persero.

Sekretaris Perusahaan PT Bukit Asam Tbk Suherman membenarkan mengenai agenda perubahan anggaran dasar perseroan tersebut. "Ya betul ada agenda perubahan anggaran dasar perseroan," kata dia.

Sementara itu, Direktur Keuangan PT Timah Tbk Emil Ermindra menuturkan, Kementerian BUMN memiliki agenda strategis selama dua tahun ini dengan pembentukan enam holding BUMN. Dari rencana pembentukan holding BUMN, holding tambang menjadi pertama yang terbentuk dan dapat diselesaikan.

Ia menuturkan, pembentukan holding tambang BUMN ini lebih mudah dan cepat lantaran produk masing-masing BUMN realtif berbeda dan tidak saling berisi sehingga tidak banyak perdebatan dan pertentangan. "Kami yakin justru akan membangun kekuatan daya saing dan sinergi antar BUMN,"kata dia.

Emil menuturkan, PT Inalum ditetapkan sebagai holding BUMN tambang dengan anggota holding meliputi PT Aneka Tambang Tbk, PT Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk.

"Inalum merupakan BUMN yang 100 persen sahamnya milik pemerintah dan belum go public sehingga proses penunjukan lebih mudah dan terkendali. Sedangkan tiga perusahaan tambang lainnya Antam, PTBA dan PT Timah Tbk merupakan BUMN yang telah go public atau berstatus terbuka," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com.

Emil mengatakan, ada perubahan anggaran dasar perseroan membuat pengalihan kepemilikan saham. Pengalihan kepemilikan saham seri B dari pemerintah ke Inalum masing-masing sebesar 65 persen di PT Aneka Tambang Tbk, 65,02 persen di PT Bukit Asam Tbk, dan 65 persen di PT Timah Tbk.

"Namun saham seri A Dwi Warna sebanyak satu lembar tetap dimiliki pemerintah dan tetap ada di masing-masing anggota holding," jelas dia.

Dengan begitu, tiga emiten tambang BUMN tersebut akan menjadi anak usaha BUMN di bawah PT Inalum. "Kira-kira secara garis besar begitu," ujar Emil.

Sementara itu, Kepala Riset PT Koneksi Kapital Alfred Nainggola menuturkan, perubahan kepemilikan saham perseroan itu yang sebelumnya dimiliki langsung oleh pemerintah kini dipegang oleh PT Inalum (Persero). PT Inalum (Persero) itu sendiri di bawah pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Jadi ini seperti Waskita yang memiliki Waskita Beton. Kemudian Wijaya Karya dengan Wika Betonnya. Inalum dengan memiliki PTBA, PT Timah Tbk, dan PT Aneka Tambang Tbk sebagai anak usaha BUMN. Ini tetapi dimiliki pemerintah tetapi lewat Inalum," ujar Alfred saat dihubungi Liputan6.com, Rabu 15 November 2017.

Seperti diketahui dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang tata cara penyertaan dan penatausahaan modal negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas pada pasal 2A ayat (2) menyebutkan dalam hal kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 2 huruf di dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN lain sehingga sebagian besar saham dimiliki oleh BUMN lain maka BUMN tersebut menjadi anak perusahaan BUMN dengan ketentuan negara wajib memiliki saham dengan hak istimewa yang diatur dalam anggaran dasar.

Ia menuturkan, tiga emiten tambang BUMN yang akan di bawah Inalum itu tersebut akan menjadi lebih leluasa untuk menjalankan bisnisnya. "Selama ini mekanisme kebijakan perusahaan sangat kuat relasinya dengan DPR. Sekarang jadi leluasanya geraknya dengan perubahan status perusahaan," kata dia.

Alfred menilai, PT Inalum (Persero) juga akan menjadi entitas perusahaan besar dengan ada holding tambang. Ini karena ada tambahan tiga konsolidasi tiga emiten tambang BUMN. "Leverage Inalum jadi lebih besar," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya