Liputan6.com, Jakarta - Indonesia disebut-sebut sangat tertinggal jauh dengan negara lain, termasuk di kawasan Asean terkait barang kena cukai. Harapan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cuka (DJBC) bisa menarik cukai dari minuman berpemanis sampai jasa panti pijat seperti di Thailand dalam jangka panjang.
Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC, Marizi Z Sitohang atau yang akrab disapa Uchok mengatakan selama dua tahun, DJBC belajar dari pengalaman negara lain memungut cukai atas sejumlah barang dan jasa.
"Kita negara paling terlambat mengenai perkembangan barang kena cukainya," tegas dia di Kudus, seperti ditulis Rabu (20/12/2017).
Advertisement
Baca Juga
Saat ini, barang kena cukai di Indonesia hanya ada tiga, yaitu cukai hasil tembakau atau rokok, ethil alkohol, dan Minuman Mengandung Ethil Alkohol (MMEA). Dalam waktu dekat, targetnya menambah satu objek baru, yakni cukai kantong plastik.
"Kita baru tiga (barang kena cukai) melulu. Di Thailand saja sudah 21 barang kena cukai, sampai jasa panti pijat pun kena cukai," Marizi mengatakan.
Di Prancis, sambungnya, tepung dan sereal sudah ditarik cukainya oleh pemerintah setempat. Pasalnya, lanjut Marizi, cukai dapat menjadi instrumen untuk mengendalikan produksi, contohnya ketika produksi berlebih, harga jatuh, maka pungutan cukai dapat mengendalikannya.
"Di negara lain, judi dan lapangan gold saja sudah kena cukai. Karakteristik cukai untuk pemerataan dan keadilan, jangan sampai ada sekelompok masyarakat yang ingin mendapatkan Rp 100 ribu saja harus berkelahi. Tapi jangan juga ada kelompok masyarakat yang hidup bergaya bangsawan zaman romawi tidak kena cukai," jelas Marizi.
Dalam jangka panjang, Marizi menilai, Indonesia harus mengarah pada upaya penambahan barang kena cukai. Hal ini harus diiringi dengan sosialisasi masif mengenai cukai kepada masyarakat.
"Jangka panjangnya kita ingin seperti negara lain, karena kita sudah tertinggal jauh," paparnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Cukai Minuman Berpemanis
Pemerintah menargetkan rencana pengenaan cukai kantong kresek dapat disetujui DPR dalam waktu dekat, sehingga dapat langsung diterapkan dan berkontribusi pada penerimaan negara sekitar Rp 500 miliar di 2018.
"Yang sedang dikaji adalah cukai minuman berpemanis dan cukai emisi kendaraan. Sebab harus berkoordinasi dengan kementerian terkait," ucap Marizi.
Lebih jauh dia mengatakan, Kementerian Kesehatan telah menyetujui pengenaan cukai pada minuman berpemanis lantaran ini sudah menjadi isu kesehatan secara internasional. Sayangnya kajian ini masih terganjal dari pelaku industri. "Bu Menkes sudah setuju, tapi untuk industrinya ya namanya mau dipungut cukai, pasti semua resisten," kata Marizi.
Industri seharusnya bisa mendukung kesehatan masyarakat. Alasannya jika industri yang memproduksi barang mengganggu kesehatan, seperti minuman berpemanis, sudah pasti tidak boleh dibiarkan tumbuh dan berkembang seenaknya.
"Harus ada keseimbangan lah antara industri dan kesehatan masyarakat, seperti rokok. Wong di Filipina, Prancis, Belanda saja sudah menerapkan cukai untuk minuman berpemanis," tukas Marizi.
Advertisement